Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Terlalu Mengagungkan Gelar Akademik dan Jabatan Fungsional Guru Besar adalah Feodalisme Baru

  • Bagikan
Satrio Arismunandar

HARIANINDONESIA.ID – Terlalu mengagungkan gelar akademik dan jabatan fungsional guru besar, serta  memakainya sebagai dasar untuk mengukur nilai seseorang, dapat dianggap sebagai salah satu bentuk “feodalisme baru” dalam konteks sosial dan budaya modern.

Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar ketika menanggapi diskusi bertema Menjaga Marwah Perguruan Tinggi di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber I Ketut Surajaya, Guru Besar Studi Jepang, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI).

Satrio Arismunandar menuturkan, dalam feodalisme tradisional, hierarki sosial sangat kaku dan didasarkan pada kelahiran serta status sosial, seperti bangsawan, tuan tanah, dan petani.

“Terlalu membanggakan gelar akademik dan jabatan fungsional guru besar atau profesor bisa menciptakan hierarki sosial baru berdasarkan tingkat pendidikan,” ujar Satrio.

“Orang-orang dengan gelar akademik tinggi atau jabatan fungsional profesor mungkin dianggap lebih superior atau lebih berharga dibandingkan mereka yang tidak memiliki gelar serupa,” tambahnya.

Satrio menambahkan, feodalisme tradisional menciptakan kesenjangan besar antara kaum elit dan rakyat biasa, dengan akses terhadap sumber daya dan kekuasaan yang sangat terbatas untuk kalangan bawah.

“Pada feodalisme baru, penekanan berlebihan pada gelar akademik dan jabatan fungsional profesor bisa memperbesar kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke pendidikan tinggi berkualitas dan mereka yang tidak,” tutur Satrio.

“Hal ini dapat memperkuat elitisme dan memarjinalkan kelompok masyarakat tertentu,” katanya.

Satrio mengungkapkan, feodalisme tradisional lebih menghargai status kelahiran dan gelar kebangsawanan daripada keterampilan praktis atau kontribusi individual.

Sedangkan feodalisme baru, katanya, fokus yang berlebihan pada gelar akademik dan jabatan fungsional profesor dapat mengabaikan nilai keterampilan praktis, pengalaman, kreativitas, dan bentuk kontribusi lainnya yang tidak selalu membutuhkan pendidikan formal.

SIMAK JUGA :  Ketum DPP PWRI Dr. Suriyanto, Tingkatkan Profesionalitas Bagi Wartawan Yang Tergabung di PWRI

“Ini dapat meremehkan potensi dan bakat individu yang tidak terukur oleh gelar akademik dan jabatan fungsional profesor,” ujarnya.

Satrio menegaskan, untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif, penting untuk mengakui dan menghargai berbagai bentuk pengetahuan, keterampilan, dan kontribusi dari semua individu, terlepas dari latar belakang pendidikan formal dan status jabatan mereka. (K) ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *