Diskusi SATUPENA, Manuel Kaisiepo: Jakob Oetama Gigih Mendukung Pandangan Mochtar Lubis tentang Manusia Indonesia

  • Bagikan
Manuel Kaisiepo.

HARIANINDONESIA.ID – Pendiri Harian Kompas, Jakob Oetama, salah seorang yang gigih mendukung pandangan Mochtar Lubis tentang manusia Indonesia.

Hal itu diungkapkan pengamat kebangsaan Manuel Kaisiepo ketika menjadi narasumber dalam diskusi Hati Pena di Jakarta, Kamis malam, 29 Agustus 2024, yang bertema Wajah Manusia Indonesia Kini, Telaah Ulang Pemikiran Mochtar Lubis.

Diskusi yang menghadirkan Manuel Kaisiepo itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA yang diketuai Denny JA.

Dalam diskusi itu, Manuel Kaisiepo mengangkat kembali polemik sengit yang pernah muncul di masyarakat Indonesia pada 1970-an. Polemik ini terkait dengab pidato kebudayaan yang disampaikan wartawan, sastrawan dan budayawan Mochtar Lubis.

Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977, mengatakan, “Sifat manusia Indonesia itu adalah: munafik, tidak mau bertanggung jawab, berperilaku feodal, mudah percaya pada takhayul, artistik dalam arti banyak memakai naluri, dan lemah karakternya.”

Kehebohan pun muncul akibat pernyataan ini. Ada perdebatan di kalangan ilmuwan sosial. Sebagian besar memandang pernyataan Mochtar Lubis itu cuma generalisasi biasa atau stereotip yang tidak berdasarkan hasil penelitian yang valid.

“Tetapi ada juga yang mendukung Mochtar. Yang gigih mendukung itu antara lain adalah Jakob Oetama, yang memberi kata pengantar pada buku Mochtar Lubis,” kata Manuel.

“Jakob Oetama berpendapat bahwa pandangan yang disampaikan Mochtar Lubis itu tidak sepenuhnya salah. Karena Mochtar Lubis adalah tipe wartawan yang selalu punya komitmen, sehingga dia tidak sekadar melakukan observasi,” kata Manuel.

“Ada subjektivitas, tetapi juga ada pertanggungjawaban dari apa yang disampaikan Mochtar Lubis.  Ada unsur kebenaran dalam pernyataan Mochtar Lubis. Kira-kira begitulah pendapat Jakob Oetama,” ujar Manuel.

Menurut Manuel, untuk memahami pemikiran seorang tokoh sekaliber Mochtar Lubis haruslah melihat konteks zaman saat dia hidup. Ketika Mochtar membuat pidato kebudayaan itu, waktu itu adalah satu dekade setelah Orde Baru berkuasa.

SIMAK JUGA :  Peran Penting Serikat Pekerja Dalam Diversifikasi dan Transformasi Ekonomi

Mochtar Lubis adalah manusia multidimensi. “Selain wartawan senior, dia juga seniman yang bisa melukis dan memahat. Dia pernah dipenjara oleh dua rezim, yakni di zaman Soekarno dan Soeharto,” ungkap Manuel.

Menurut Manuel, ciri-ciri manusia Indonesia seperti yang disampaikan Mochtar Lubis itu sebetulnya lebih ditujukan kepda kalangan elite ketimbang pada rakyat kebanyakan atau golongan bawah.

“Saya kira perdebatan dengan topik semacam ini tidak akan pernah berakhir. Polemik ini akan selalu berlanjut dan berkembang, tergantung dinamika yang berkembang dalam masyarakat,” tutur Manuel.

“Saya mengapresiasi SATUPENA yang mengangkat topik ini. Diskusi semacam ini harus selalu kita lakukan sebagai bagian penting dari refleksi kita sebagai bangsa. Apa sih sebenarnya kita ini?” kata Manuel. (K) ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *