Ganjar Pranowo Serap Spirit Bung Hatta dan Sutan Sjahrir, Dua Putera Terbaik Minangkabau di Banda Neira

  • Bagikan

BANDA NEIRA, Harianindonesia.id – Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo menyerap spirit dua tokoh pergerakan Indonesia, Bung Hatta dan Bung Sjahrir, saat mengunjungi Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Capres yang berpasangan dengan Cawapres Mahfud MD itu berkunjung ke Pulau Banda Neira dalam rangka kampanye Pilpres 2024.

Di pulau yang indah itu, Ganjar mengunjungi Rumah Pengasingan Perdana Menteri Bung Sjahrir. Di tempat itu, masih ada bangku dan papan tulis, yang menjadi saksi sejarah, keberadaan Bung Hatta dan Bung Sjahrir selama di pulau pengasingan, Banda Neira pada masa kolonial Belanda.

Dr. Drs. H. Mohammad Hatta adalah seorang tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, negarawan, dan ekonom Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama.

Mohammad Hatta adalah putera terbaik Sumatera Barat, kelahiran 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Dan meninggal 14 Maret 1980, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital.

Sutan Syahrir adalah seorang intelektual, perintis, dan revolusioner kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947.

“Bangku dan papan tulis ini, menjadi saksi kisah Bung Hatta dan Bung Sjahrir di pulau pengasingannya, Banda Neira. Maka berkunjung ke sini adalah sarana saya menyerap spirit keduanya. Spirit juang pembangunan jiwa manusia, memberikan akses pendidikan seluas-luasnya untuk seluruh rakyat Indonesia,” ujar Ganjar dikutip dari akun Instagram @ganjar_pranowo, Selasa (30/1/2024).

Capres berambut putih itu juga berkunjung ke Benteng Belgica, sebuah bangunan bersejarah yang terletak di pulau Banda Neira. Benteng Belgica diambil alih Belanda, pada tahun 1621 setelah perang yang berkepanjangan dengan Portugis.

Benteng Belgica dibangun pada tahun 1611 oleh Portugis dan diberi nama Fortaleza de São Pedro. Setelah mengambil alih benteng tersebut, Belanda kemudian mengubah namanya menjadi Fort Belgica, yang selanjutnya menjadi Benteng Belgica.

SIMAK JUGA :  Pengaduan Pelayanan Publik Adalah Wujud Partisipasi Masyarakat

Selama masa penjajahan Belanda, Benteng Belgica digunakan sebagai pusat pemerintahan dan administrasi di Banda Neira.

“Bersyukur bisa menikmati keindahan alam dan keramahan warga Banda Neira. Termasuk keindahan Benteng Belgica, yang bisa kita lihat di pecahan uang seribu rupiah,” ujar Ganjar.

Pelabuhan Lamani

Saat di Pulau Banda Neira, mantan Gubernur Jawa Tengah itu juga bertandang ke Pelabuhan Lamani, sebuah pelabuhan kecil yang terletak di pusat Kecamatan Banda Neira.

Pelabuhan Lamani menyajikan pemandangan indah karena langsung menghadap Gunung Api Banda Neira yang gambarnya ada di uang kertas pecahan Rp1.000.

Ganjar memperlihatkan gambar di uang Rp 1.000 yang berupa Gunung Api Banda dari Benteng Belgica.

“Jadi sekarang kita di Banda Neira, persis di uang Rp1.000 ada gunung, gunungnya ini sebenarnya bukan gunung besar, ini gunungnya kecil,” tuturnya.

Ganjar mengaku takjub atas keindahan pemandangan di Banda Neira, yang kesohor hingga ke Manca Negara.

“Dan gunung itu sekarang ada di depan saya, persis. Hehehe. Waduh indah sekali,” ucap Ganjar.

Banda Neira yang terletak di Kepulauan Banda, merupakan salah satu tempat pengasingan sejumlah tokoh nasional Indonesia.

Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta, adalah putera terbaik Minangkabau, dipindahkan ke Banda Neira setelah menjalani pengasingan di Boven Digoel, Papua Selatan.

Hal ini memicu protes pada masa itu, sehingga petinggi kolonial yang berada di tangan Gubernur Jenderal Tjarda, terpaksa memindahkan Hatta dan Sjahrir ke Banda Neira di Kepulauan Banda.

Keduanya tiba di pulau itu pada tanggal 11 Februari 1936, untuk diasingkan sebagai tahanan politik oleh kolonial Belanda. (*)

Editor : Awaluddin Awe

  • Bagikan