HARIANINDONESIA.ID – Awalnya e-book adalah adalah versi digital dari buku cetak. Tetapi itu bukanlah pengganti dari buku cetak, karena mereka saling melengkapi.
Hal itu diungkapkan praktisi perbukuan dari penerbi Gramedia, Bagus M. Adam dalam diskusi yang diselenggaraka SATUPENA di Jakarta, Kamis 9 Mei 2024 malam.
Dalam diskusi itu, Adam didampingi oleh pengurus Satupena, Jonminofri Nazir, yang mengelola program e-book SATUPENA.
Adam mengungkapkan, banyak juga buku yang terbit langsung dibuat versi digital, atau hanya terbit secara digital.
“Buku itu dibaca menggunakan aplikasi di perangkat elektronik. Tampilannya bisa diatur sesuai keinginan,” katanya.
Menurutnya, pasar dan teknologi buku digital ini terus berkembang.
Ia memaparkan data dari Statista Market Insights bahwa mayoritas pembaca buku digital adalah generasi milenial dan Z. Dari total pembaca, 52 persen adalam pembaca laki-laki dan 48 persen pembaca perempuan.
Mengutip data Statista dan Gramedia, Adam menambahkan, jumlah segmen pembaca e-book dalam pasar media di Indonesia diproyeksikan akan mencapai 20 juta orang pada 2026.
Top genrenya, untuk fiksi: roman; young adult (novel remaja); fantasi, sci-fi; detektif dan misteri; manga. Sedangkan untuk nonfiksi: pengembangan diri; bisnis dan keuangan; biografi; memasak; kesehatan.
Jonminofri Nazir mengatakan, ia sepakat dengan Adam bahwa buku cetak tidak akan hilang, meski sudah ada e-book.
“Dalam 20 tahun ke depan, masih akan ada. Orang yang sudah berumur di atas 50 tahun atau sebagian yang 40 tahun tidak bisa lagi mengubah kebiasaannya membaca buku cetak,” ujar Jonminofri, yang mantan wartawan Harian Pelita ini.
“Makin tua seseorang, dia masih lebih suka baca versi cetak. Tetapi anak-anak muda sekarang, seperti mahasiswa saya, tidak melihat lagi koran versi cetak,” ujar Jonminofri, yang juga dosen jurnalistik ini.
Menurut Jonminofri, generasi muda sekarang terbiasa tumbuh dengan gawai, membaca segala sesuatu dari gawai, sehingga mereka mulai melupakan versi cetak. (K) ***