“…pertimbangan kami membangun patung Garuda Pancasila itu untuk kompleks parlemen karena Burung Garuda merupakan simbol bangsa.” (Detik News, 13 Desember 2021).
Ungkapan patriotik di atas dinyatakan oleh Dr. Indra Iskandar, Sekjen DPR RI kepada media ketika menjelaskan alasan mengapa di Taman belakang Gedung DPR/MPR RI perlu dibangun patung Garuda Pancasila. Ternyata begitu ditelusuri proses pembangunan ornamen taman itu, tak lepas dari “campur tangan” seorang putra asli Aceh yang kini menjabat sebagai Sekjen DPR RI. Mungkin bagi sebagian orang, hal itu peristiwa biasa saja. Namun, bagi siapapun yang lazim memandang hal ihwal sekecil apapun secara makro, dan ditilik dari perspektif ke-Indonesiaan, itu merupakan indikator penting. Apalagi dalam konteks memupuk, menyemai rasa kebangsaan, itu merupakan bukti dari tindakan yang signifikan.
Di mana signifikansinya? Selama ini, terdapat dua provinsi di tanah air yang dinamika sosial politiknya acap ber-“ketegangan” dengan pusat, yakni Provinsi Papua dan Aceh. Sejauh ini Papua relatif lebih bergejolak dibanding Aceh, namun kerentanan Provinsi Aceh tetap tidak bisa diabaikan.
*Tokoh Kebangsaan & Pilgub Aceh*
Yang menarik adalah bahwa diksi simbol kebangsaan itu merupakan sesuatu yang amat mendasar bila ditinjau dari perspektif penguatan sikap keIndonesiaan dalam rangka menuntaskan visi keIndonesiaan yang utuh dari Merauke sampai Sabang. Upaya berkesinambungan memang mesti dilakukan melalui tindakan-tindakan kecil namun berdampak besar, semisal pembangunan patung Garuda Pancasila tersebut. Hal ini memang tidak berdiri sendiri namun kerangka berpikir seorang negarawan yang kebetulan berdarah Aceh. Lagi pula garuda sebagai simbol negara, bukan hal asing bagi rerata patriot asal Aceh. Lambang garuda itu dulu dipakai pula sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu berpusat di Aceh Utara.
Jelas bahwa Garuda Pancasila memang merupakan simbol kebangsaan Nusantara, dan bagi pembangunan karakter bangsa ( _*nation and character building*_ ).
Berapa tahun belakangan ini, sudah jarang terdengar ada aksi-aksi bernuansa separatis di tanah rencong. Barangkali ini selaras dengan sikap elit Aceh yang mulai cair dan bernuansakan isu ke-Indonesiaan. Rakyat dan elit Aceh kini sibuk menata “Serambi Mekkah” untuk mengejar ketertinggalan dengan provinsi lain.
Hemat penulis, upaya rakyat dan elit Aceh dalam membangun wilayahnya akan lebih lengkap bila dipimpin oleh tokoh negarawan sebagaimana diperlihatkan oleh Sekjen DPR RI tersebut. Mungkin yang bersangkutan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya sangat berarti bagi konsolidasi kebangsaan kita. Pada Juli 2022 mendatang akan terjadi pergantian pejabat gubernur di beberapa provinsi termasuk Aceh. Publik bisa menilai figur-figur mana yang layak untuk memimpin Aceh ke depan. Warga Aceh bisa berbesar hati bahwa ada figur nasionalis seperti Dr. Indra Iskandar yang telah membuktikan komitmennya terhadap nilai kebangsaan yang otentik. Wallahu’alam bissawab…
(Bob Randilawe/mantan Tenaga Ahli Madya BPIP)