Oleh : Awaluddin Awe)*
NASIB Kadin Sumatera Barat ternyata benar benar dramatis dan cara penyelesaian masalahnya penuh dengan siasah dan siasat menggemaskan.
Rapat yang digelar Waketum OKK Kadin Indonesia Dr Eka Sastra yang semula diharapkan dapat mencarikan solusi dari ‘pertempuran internal’ antara Ketua Kadin Sumbar Ramal Saleh dengan ‘seterunya’ Ketua Dewan Pertimbangan, Penasihat dan Kehormatan, serta mantan pengurus Kadin Sumbar yang ‘dipecat’ secara tidak terhormat, ternyata berakhir tanpa hasil.
Malah kedua belah pihak, membawa permasalahan baru yang dapat mencitrakan kegagalan Kadin Indonesia dalam menengahi konflik di tubuh Kadin Sumbar ini.
Dialog tentang sah atau tidaknya tentang status kepengurusan Kadin Sumbar berdasarkan pasal 23 AD ART Kadin Sumbar juga tidak terbahas secara maksimal di dalam rapat. Rapat malah terjebak pada skeptisme dan eufisme konflik sejak dari awal hingga saat ini.
Dan rapat juga tidak membahas secara tuntas apakah surat sakti Eka Sastra dapat diterima sebagai pengganti SK perpanjangan kepengurusan, dalam kasus Kadin Sumbar adalah karena Musprop ditunda oleh Kadin Indonesia.
Di Sumatera Barat terjadi perdebatan dalam kelompok bahwa tafsir tentang pasal 23 efektif berlaku, jika kepengurusan dan panitia gagal melaksanakan musprop oleh dan disebabkan taktor penentu. Misalnya, korum musprop tidak terpenuhi atau tidak tercapai kesepakatan. Waktu habis.
Namun dari sisi lain, ada juga bacaan bahwa musrop ditunda oleh Kadin Indonesia karena ditemukan faktor faktor tertentu atau ada persyaratan tertentu yang tidak ‘kemas’ oleh panitia musprop.
Dengan pandangan itu, maka dapat diterima jika kemudian pihak Ramal menilai bahwa Kadin Indonesia secara tidak langsung memberikan rekomendasi bahwa musprop bisa dilanjutkan dengan dan cara cara baru seperti cara kekeluargaan dan atau secara badunsanak.
Dalam hal seperti ini saya menurunkan tulisan Sam Salam mantan Waketum OKK Kadin Sumbar yang mengulas pernyataan Ramal Saleh dalam satu situs berita online di Sumbar, sebagai berikut :
“Rencana Ramal menyelesaikan dinamika tersebut secara musyawarah dan kekeluargaan sehingga Musprov bisa terlaksana dengan lancar seperti yang diberitakan Ramal disalah satu Media Online, perlu dipertanyakan keseriusannya.
Musyawarah dan kekeluargaan yang dimaksud Ramal itu adalah etika berorganisasi yang menjaga silahturahim antar sesama pelaku dunia usaha, dan yang dilakukan bukan sebaliknya.
Memperbaiki “cara” itu biasa, apalagi tidak mengulanginya kembali akan menjadi luar biasa. Jangan lagi ada “kekisruhan” ditubuh Kadin Sumbar dalam bertindak dan melakukan sesuatu seharusnya dalam koridor musyawarah dan kekeluargaan, namun harus juga mentaati aturan AD/ART Kadin.
Ucapan Ramal Saleh dalam menjabarkan adrt pasal 25, ayat 8 bahwa muprov mempunyai wewenang pada huruf d berbunyi sebagai berikut: ” _menetapkan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan organisasi dan masalah masala penting lainnya_ . _Jadi tugas kita hemat saya bagaimana muprov bisa terlaksana dengan baik dan intinya Muprov adalah pengambil keputusan tertinggi di kadin provinsi”._
Ucapan Ramal, dianggap sangat keliru. Permasalahannya bukan di pelaksanaan muprov, “tapi proses administrasi menjelang Muprov yang dianggap tidak sesuai dengan AD/ART Kadin, sehingga ditolak”.
Jadi, janganlah mengaburkan persoalan, perlu diingat bahwa Kadin bukanlah organisasi “ecek-ecek”. Kadin dikelola oleh para intelektual yang punya integritas sebagai pelaku usaha.
Selanjutnya, ucapan Ramal Saleh dalam rapat tersebut; ” _kusuik diujuang, baliak_ _kapangka_ ” (pepatah minang) dianggap suatu pengakuan bahwa permasalahan yang telah kusut saat ini akan diperbaiki.
Hal ini tentu dengan maksud baik dalam penyelesaiannya dengan pihak-pihak yang telah dirugikan nama baiknya dengan melakukan “pemecatan” terhadap 80% kepengurusan.
Bisa jadi ungkapan Ramal ini akan menjadi “siasat”, karena dalam posisi “terpojok” karena jabatan ketua umum nya sudah berakhir. Biasalah … Namun perlu aksi-nyata dalam berkompromi dengan pihak-pihak yang dirugikan.
Wait and See….
Memang Kadin Indonesia mengusulkan kepada Ramal dalam rapat tersebut untuk menyelesaikan persoalan tersebut di Sumbar dibawah mediator Bapak Dr. Insanul Kamil, urang awak, yang dianggap penyelesaian “awak samo awak”, namun tentu tidak bisa terlepas dari AD/ART Kadin. Wait and See.”
Tentang pokok bahasan pernyataan Ramal Saleh yang disitir oleh Sam Salam ini juga ditanggapi serius oleh Anggota Luar Biasa Kadin Sumbar dari PHRI yakni Maulana Yusran, yang saat ini sudah menjabat sebagai Sekjen BPP PHRI, berikut kutipannya :
Sepertinya ada kesalahan, bukan pasal 25 ayat 8 huruf (d) tapi pasal 24 ayat 8 huruf (d) yg menjelaskan tentang wewenang Muprov.
Jangan hanya menafsirkan pasal 24 ayat 8 huruf (d) tentang wewenang Muprov, tapi juga harus dibaca pasal 24 ayat 7 ttg kewajiban peserta Muprov bahwa Kewajiban peserta Muprov/Mukab/Mukota adalah menaati dan melaksanakan semua ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Tata Tertib dan ketentuan-ketentuan lain mengenai penyelenggaraan Muprov/Mukab/Mukota sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Jelas disampaikan bahwa kewenangan tertinggi di muprov dibatasi oleh AD/ART, sehingga dalam membuat keputusan permasalahan organisasi di Muprov juga harus berlandaskan pada AD/ART dan tidak boleh bertentangan dg AD/ART
‘Sering ditafsirkan bahwa kewenangan tertinggi di Muprov dalam menyelesaikan permasalahan organisasi’ juga diartikan dapat mensahkan kata mufakat yg dihasilkan dalam Muprov walaupun itu melalui cara voting. ‘Kata mufakat dalam Muprov’ dapat dilakukan sepanjang yg dimufakatkan dalam mencari solusi guna penyelesaian masalah tidak melanggar AD/ART dan pokok permasalahan organisasi juga tidak melanggar AD/ART.
AD/ART merupakan pedoman menjalankan organisasi dan merupakan peraturan tertinggi dalam organisasi. AD/ART bisa dirubah namun kewenangan perubahan AD/ART ada di padal 17 ayat 8 huruf (a) tentang MUNAS dan penetapan perubahan AD/ART diatur dalam pasal 19 ayat 1 tentang MUNASUS.”.
Cacat Sejak Awal dan Pasal Boom
Saya mencermati kasus internal yang menimpa Kadin Sumbar ini sebenarnya bagian yang tak terpisahkan dari proses ‘sudah biasa’ melanggar aturan, sejak terbentuknya kepengurusan Kadin Sumbar, khususnya kasus KTA cacat hukum Ramal Saleh saat maju jadi Ketua Umum dan mendaftar setelah batas akhir pencalonan berakhir.
Ada kesepakatan dan kemudian membuat kesepakatan baru untuk menganulir semua kesalahan dan pelanggaran aturan pada saat Musprop 2027 lalu.
Pelanggaran demi pelanggaran kemudian terjadi sampai pada saat akan dilaksanakannya Musprop VII Kadin Sumbar yang disepakati sendiri oleh Ramal dan tim panitia pada 23 Juli 2022 yang kemudian ditunda oleh Kadin Indonesia.
Tanpa memberikan atensi negatif terhadap posisi Kadin Infonesia sebagai top organisasi Kadin daerah dan sebagai induk asosiasi dunia usaha, saya melihat Kadin Indonesia memiliki peran besar dalam muncul dan berkembangan konflik internal di tubuh Kadin Sumbar, bukan saja Kadindo di era Arsyad Rasyid tetapi juga diera Rosan P Roslaini.
Peran Kadin Indonesia menyulut konflik itu adalah suka memakai pasal boom atau pasal yang rentan meledak jika disorot, dalam menengahi masalah Kadin Sumbar yang sebenarnya sangat enteng dan gampang diselesaikan.
Saya tidak paham mengapa, Kadin Indonesia terlalu gampang mengeluarkan SK 244 dan kemudian mencabut kembali dengan menerbitkan SK 031 – sebagai pemulihan posisi Ketua ketua Dewan di Kadin Sumbar.
Dan Kadin Indonesia dengan gampang sekali memberikan rekomendasi pelaksanaan Musprop Kadin Sumbar yang tidak memenuhi persyaratan dan nenghilangkan peran Wantim dalam proses konvensi calon dan laporan pertanggungjawaban Wantim di depan peserta Musprop.
Dan perut saya terasa kena sembelit mendengar jawaban dari satu sumber di Kadin Indonesia bahwa Ramal dan tim panitia sudah membahas rencana musprop dengan wantim dengan memperlihatkan surat surat yang terkait untuk Ketua Wantim Kadin Sumbar, yang ternyata hanya sebagai cara atau jurus untuk mengelabui Kadin Indonesia. Sebab surat surat tersebut tidak pernah diterima oleh pihak Wantim Kadin Sumbar.
Apa yang membuat perut saya seperti kena sembelit adalah, bagaimana mungkin organisasi sebesar dan sekelas Kadin Indonesia bisa lalai dalam proses chek dan balance terhadap satu kegiatan besar setingkat Musprop.
Para pejabat di Kadin Indonesia termasuk Arsyad Rasyid sendiri sejak awal menyatakan akan menyelesaikan kasus ini sesuai aturan main di Kadin Indonesia, tetapi ternyata dipermain mainkan oleh pejabat Arsyad Rasyid dua digit dibawahnya, dengan cara memasungkan pasal boom dalam setiap pencarian solusi kasus Kadin Sumbar ini.
Seperti tulisan saya terdahulu, kali ini juga saya ingin mempertanyakan, apa sesungguhnya yang dicari Kadin Indonesia dalam konflik Kadin Sumbar. Mengapa Kadin Indonesia tidak bertegas tegas dalam kasus ini, dengan tidak menawarkan pasal boom lagi pada saat saat genting menjelang Musprop VII Kadin Sumbar.
Saya tidak ingin mengkaitkan proses menjelang Munas Kadin Indonesia dengan Musprop Kadin Sumbar. Sebab sebenarnya keduanya dua hal yang berbeda. Jika ada hal yang sama dalam kasus ini hanyalah karena ada dua nama yang berproses dalam kasus ini yakni Ramal Saleh dan Arsyad Rayid.
Rekomendasi Insanul Kamil
Konflik internal Kadin Sumbar yang melibatkan Kadin Indonesia, akhirnya menepikan persoalan kepada cara cara orang Minangkabau menyelesaikan masalah. Tepung tidak terserak dan benang tidak putus. Anologi ini mengemuka dengan ditunjuknya Dr Insanul Kamil alias Nanuk, Waketum Bidang Infrastruktur Kadin Indonesia, dan berasal dari Sumatera Barat. Posisi Nanuk hari ini sudah dianggap sebagai orang yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah Kadin Sumbar.
Tetapi Nanuk sendiri akan berhadapan dengan situasi yang tidak mudah. Pada satu sisi ini teman, disisi lain juga teman. Apa yang kemudian harus dilakukan Nanuk? Menurut hemat saya, Nanuk cukup kredible melakukan langkah langkah seperti ini :
Pertama, membahas tuntas posisi kepengurusan Kadin Sumbar dan posisi Musprop berdasarkan pasal baku di UU No 1 tahun 1987, Keppres Kadin Indonesia, AD ART dan PO Kadin Indonesia. Mengapa ini penting, sebab antara satu pasal dengan pasal lain dari produk hukum Kadin ini saling terkait. Jika Nanuk cermat, dia akan menemukan formulasi penyelesaian secara final.
Kedua, Nanuk sebagai orang Minang pasti akan memakai cara cara populer di Sumbar untuk menyelesaikan masalah ini, yang kemudian bisa disebut sebagai penyelesaian secara menyeluruh. Tata aturan selesai, orang orang yang terlibat puas dan musprop bisa dijalankan.
Ketiga, sebagai orang perguruan tinggi cara berhitung Nanuk tidak akan sama dengan cara politisi dan aktifitis organisasi. Penyelesaian masalah Kadin dalam termenilogi perguruan tinggi adalah harus memberikan pengetahuan, pemahaman dan keputusan hukum secara pasti.
Keempat, sebagai bagian dari posisi orang Kadin Indonesia Nanuk harus menjaga nama baik Kadin Indonesia dimata pihak pihak dalam menyelesaikan masalah ini. Sebab kasus Sumbar sangat berharga bagi Kadin Indonesia ke depannya. Setidaknya, Arsyad Rasyid tidak salah lagi menurunkan Nanuk menengahi konflik internal di Kadin Sumbar. Dan sudah dapat dipastikan, tidak ada lagi pasal boom yang setiap saat akan bisa meledak.
Saya haqul yakin Nanuk bisa menyelesaikan Kadin Sumbar. Persoalan selama ini adalah karena tidak punya cara atau punya cara lain dalam menangani kasus Kadin Sumbar, sampai kemudian ditemukan adanya penggunaan pasal pasal boom.
Sebagai pribadi Nanuk dapat diterima oleh semua pihak yang bertikai. Satu hal yang harus dirancang Nanuk mulao dari sekarang adalah, bagaimana dia mampu membuat suatu aksentasi kata seperti ini ;
“Maaf ko ambo harus mambuek keputusan dek dipicayo dek Ketum dan kawan kawan manyalasaikan masalah ko”.
Tok, ketok palu. Selesai
Tapi, apa Nanuk sudah punya bekal? Ini masalah barunya. (*)
*)Penulis adalah wartawan, Pemimpin Umum Harianindonesia.id, Pimpred Kabarpolisi.com, anggota Persatuan Wartawan Indonesia dan alumni UKW Dewan Pers, berdomisili di Jakarta.