Oleh ; Ruly Harmadi (*
Tanggal 21 Februari diperingati sebagai tanggal gugurnya Tan Malaka yang hingga kini belum bisa dipastikan dimana kuburnya, menunggu hasil tes DNA yang diambil dari kerangka sebuah makam di Selo Panggung Kediri yang diyakini oleh sejarawan Harry Poeze sebagai kuburan Tan Malaka.
Lantas kalau sudah bisa dipastikan bahwa itu memang makam Tan Malaka apakah nanti akan menjadi tempat ziarah Tan Malaka? Boleh jadi.
Ada pendapat yang mengusulkan agar kerangka itu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata sebagai pengakuan resmi pemerintah akan jasanya.
Timbul pertanyaan dimanakah tempat yang paling tepat untuk menziarahi Tan Malaka? Apakah di makamnya? Di rumah kelahirannya di Suliki? Di Rawajati Kalibata tempat Tan Malaka tinggal dan menuliskan buku Madilog? Di Bayah Banten tempat dia bekerja bersama romusha? Di Menteng 31 yang sekarang menjadi Museum Gedung Juang, tempat markas Pemuda Revolusioner yang mendesak Sukarno Hatta memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus?
Di Gedung Gajah yang sekarang menjadi Museum Nasional tempat Tan Malaka mencari refrensi sewaktu menulis Madilog? Cukup banyak tempat yang bisa menjadi tempat menziarahi Tan Malaka secara geografis.
Selain itu tentu bisa dengan ziarah pikiran lewat semua tulisan Tan Malaka yang ditinggalkan antara lain: Parlement atau Sovjet, S.I. Semarang dan Onderwijs, Menuju Republik Indonesia, Semangat Moeda, Massa Aksi, Madilog, Gabungan Aslia (naskahnya hilang) Politik, Rencana Ekonomi, Moeslihat, Situasi Politik Luar dan Dalam Negeri 1946, Minimum Program Persatuan Perjuangan, Samakah Program Pemerintah dengan Program Persatuan Perjuangan?, Thesis, Proletaris Aslia Republik Internasional, Dari Penjara ke Penjara, Uraian Mendadak, Gerpolek, Koehandel di Kaliurang, dan tulisan-tulisan terakhirnya yang berupa 25 pamflet dari Markas Murba Terpendam 1949.
Dari sekian banyak buku yang ditulisnya, menurutnya yang terpenting adalah Madilog sebagai sebuah warisan pusaka yang ditujukan buat generasi muda Indonesia yang akan datang yang didapatnya dari hasil merantau melanglang buana akibat dibuang oleh Pemerintah kolonial.
Mengapa buku Madilog ini demikian penting menurut Tan Malaka?
Tan Malaka meramalkan dunia yang akan datang akan semakin kompleks. Kapitalisme akan semakin maju dan Murba akan semakin terhisap.
Madilog ditulis untuk mengajarkan cara berpikir bagi generasi yang akan datang, dan diharapkan kelak mereka akan melakukan hal yang sama dengan metode Madilog menghadapi permasalahan zamannya agar kelak mereka bisa memberikan hal yang bernilai bagi kebaikan umat manusia, dan bukan malah menjadi manusia najis sampah masyarakat di Taman Manusia.
Lantas apa yang menjadikan Madilog relevan untuk saat ini?
Karena hakekat dunia ini adalah perubahan. Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Materialisme Dialektik adalah cara mengamati yang ada di alam semesta ini saat ini selalu berubah, termasuk masyarakat juga berubah yang bisa dilihat dari Materialisme Historis.
Teori Evolusi alam yang dirumuskan Darwin juga menyimpulkan mahluk hidup yang ada di alam ini mengalami perubahan, mengalami evolusi. Sidharta yang dikenal sebagai Budha menyadari dunia ini selalu berubah ketika dia sedang merenung mengamati air sungai yang mengalir.
Dia melihat tidak ada air yang sama di titik tempat dia melihat sungai. Air sungai yang mengalir selalu bergerak berubah, digantikan aliran air tiada henti.
Walaupun menurut pengakuan Tan Malaka bahwa Madilog ini didapatnya dari hasil pemikiran Barat, tapi sesungguhnya entah dia sadar atau tidak, cara berpikir Madilog ini dapat ditemukan pada filsafat Minangkabau “Alam terkembang jadi Guru”.
Alam adalah objek Material Dialektik yang selalu berubah terus menerus untuk disingkapkan rahasianya.
Apa yang sesungguhnya yang sangat Tan Malaka inginkan dalam hidup ini?
Merdeka 100 %. Inilah yang diperjuangkannya seumur hidup.
Merdeka dalam segala aspek. Merdeka berpikir. Merdeka mental dan rohani. Merdeka fisik. Merdeka Ekonomi.
Dia ingin juga bangsa Indonesia dan manusia yang hidup di dalamnya juga bisa Merdeka 100% berdasarkan posisi geografisnya yang strategis di antara Samudra Hindia dan Pasifik, di antara Benua Asia dan Australia.
Apakah yang Tan Malaka lakukan saat hidupnya sudah membantu untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Kalau membaca dari riwayat hidupnya, apa yang dia lakukan konsisten untuk mencapai Merdeka 100% dan ini dibuktikannya dengan ikut Perang Gerilya dan gugur oleh peluru tentara bangsanya sendiri.
Soedirman, Hatta, Sjahrir, Soekarno semuanya meninggal di atas tempat tidur, tapi engkau meninggal di medan perang. Ini adalah sebuah kematian yang satria.
Semua orang akan mati. Tapi bagaimana cara matinya bisa menunjukkan konsistensinya prinsipnya.
Berbahagialah kau di alam sana. Dari Dalam kubur suaramu akan lebih keras!
*) Penulis Pemerhati Sejarah Tan Malaka