Oleh : Awaluddin Awe)*
Konflik internal di tubuh Kadin Sumbar kini sudah meluas ke tingkat elit di Propinsi Sumbar.
Gubernur Sumbar menunjukan posisi sangat netral dalam kasus ini. Dia menerima dua kubu Kadin Sumbar yang terbelah akibat penerbitan SK 244 tentang penyempurnaan personalia di Kadin Sumbar.
Kadin Sumbar terbelah, karena di SK 244 yang diterbitkan Kadin Indonesia tidak mencabut SK 075 yang menjadi tempat berhimpun nama nama pengurus yang dicopot dalam SK 244.
Kadin Indonesia malah mencopot SK 052 atau SK pertama kepengurusan Kadin Sumbar yang sudah lebih duluan dicabut oleh Ketum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani.
Belakangan kubu Kadin 244 menyebut pencabutan SK 052 di dalam SK 244 sebagai salah ketik. Bisa juga organisasi besar dan sebesar Kadin Indonesia salah ketik konsideran SK yang dicabut.
Tetapi itu biasalah dalam politik organisasi, termasuk di Kadin sendiri. Setiap kali terjadi perubahan kepemimpinan di Kadin biasanya selalu terjadi perubahan personil di kepengurusannya.
Dan kawan kawan yang tidak masuk menganggap itu sebagai sesuatu hal yang biasa. Tetapi sebagai bagian dari Kadin yang sedang diluar mereka tetap memberikan kontribusi.
Tetapi amat tidak lazim terjadi di Kadin Sumbar. Begitu terjadi perubahan kepemimpinan di Kadin Indonesia, Kadin Sumbar memanfaatkan momentum itu dengan mengusulkan penggantian 80 persen pengurus, termasuk Ketua Dewan Pertimbangan, Penasihat dan kehormatan tanpa proses konstitusi Kadin yang benar.
Selain itu, penggantian pengurus harian juga tidak dimintakan pendapat dulu kepada Ketua Dewan Pertimbangan dan Ketua Dewan Penasihat. Padahal kepemimpinan di Kadin itu bersifat kolektif kolegial.
Lebih parah lagi, penerbitan SK 244 juga menabrak batas kewenangan Ketua Dewan Pertimbangan, penasihat dan kehormatan di Kadin daerah. Sebab konstitusi Kadin menyebutkan bahwa yang berhak mengganti ketua ketua dewan di Kadin adalah pleno dewan itu sendiri, tidak boleh oleh Pleno Dewan Pengurus harian Kadin daerah.
Pleno Dewan Pertimbangan, penasihat dan kehormatan hanya bisa memberhentikan ketuanya apabila sang ketua bersalah, baik secara hukum maupun melanggar konstitusi Kadin Indonesia.
Tetapi anehnya, para elit di Kadin Indonesia seperti tidak tau tentang adanya pelanggaran konstitusi Kadin dalam pemberhentian pengurus dan para dewan di Kadin Sumbar SK 075. Sepertinya, Kadin Indonesia sudah menilai layak usulan penggantian tersebut.
Makanya, begitu SK 244 terbit, sejumlah pengurus dan para dewan SK 075 melakukan perlawanan dengan membentuk Tim Penolakan SK 244 dan sekaligus penolakan terhadap Ramal Saleh sebagai Ketua Kadin Sumbar.
Paling akhir, Tim menyampaikan mosi tidak terhadap Ramal Saleh kepada Ketua Kadin Indonesia. Selanjutnya, Ketua Kadin kabupaten dan kota serta sejumlah asosiasi perusahaan yang tercatat sebangai Anggota Luar Biasa (ALB) Kadin Sumbar mencopot mandat Ramal Saleh sebagai Ketua Kadin Sumbar.
Sesuai mekanisme, seharusnya, pada saat disampaikan mosi tidak percaya dan pencabutan mandat ketua Kadin daerah, maka Kadin Indonesia harus memberikan peringatan kepada sang ketua dua kali 30 hari plus 10 hari terakhir dilanjutkan dengan pencopotan dan penunjukan Plt ketua.
Tetapi kita tidak tau, apa pandangan dan sikap Kadin Indonesia tentang surat mosi tidak percaya dan pencabutan mandat Ramal Saleh ini.
Namun, Ramal Saleh sendiri pada saat bertemu Gubernur Sumbar Mahyeldi, Selasa (22/2) dengan enteng mengatakan bahwa para pengurus dan para dewan yang dipecatnya, bukanlah pengurus Kadin Sumbar lagi dan tidak berhak bicara tentang Kadin Sumbar.
Ramal lupa tentang pelanggaran konstitusi Kadin Indonesia yang dilakukannya pada saat mengganti para pengurus dan para dewan di SK 075 itu. Ramal sama sekali tidak memahami bahwa Ketua Kadin tidak berhak mengganti Ketua wantim, wanhat dan wanhot.
Sampai disini persoalan Kadin Sumbar berhenti pada sikap Gubernur Sumbar. Pada saat menerima Pengurus Kadin SK 075, Senin (21/2) di istana Gubernuran, Mahyeldi mengemukakan tiga hal prinsip.
Pertama, meminta Kadin Indonesia untuk menyelesaikan kisruh dan dualisme Kadin Sumbar.
Kedua, dalam penyelesaian masalah Kadin Sumbar Gubernur Mahyeldi meminta Kadin Indonesia menggunakan parameter konstitusi yang benar seperti tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kadin Indonesia.
Dalam posisi ini kita sangat menghargai prinsip dan cara pandang Mahyeldi dalam persoalan organisasi. Bahwa apapun bentuk produk organisasi yang ditelurkan haruslah melalui mekanisme yang benar dan sesuai dengan konstitusi organisasi.
Dengan sikap Gubernur Mahyeldi seperti ini terlihat bahwa beliau sangat akomodatif terhadap permasalahan yang menimpa Kadin Sumbar. Beliau tidak ingin tegak disatu sisi, tetapi tegak di kedua duanya. Satu sikap yang arif dan bijaksana yang ditunjukan kepada keluarga besar Kadin Sumbar.
Sesuai konstitusi siapapun pengusaha, baik yang sudah terdaftar sebagai pemilik KTA Kadin atau belum, adalah keluarga besar Kadin Indonesia. Sebab Kadin adalah payung dari dunia usaha di Sumbar. Oleh sebab itu mereka diperbolehkan untuk memperjuangkan wadah Kadin yang dikelola secara baik dan benar.
Ketiga, gubernur juga ‘berpitaruah’, jika Kadin Indonesia sudah menyelesaikan sengkarut di tubuh Kadin Sumbar, dia mengajak untuk bersama sama pemerintah propinsi Sumbar menggerakan lagi roda ekonomi dan investasi di Sumatera Barat.
Kadin Sumbar Stagnan
Perjalanan kepengurusan Kadin Sumbar dibawah kepemimpinan Ramal Saleh sejak 2017 lalu sampai sekarang tidak pernah lepas dari masalah, yang mengakibatkan peranan Kadin Sumbar jadi stagnan.
Di awal kepengurusan, Ramal terlibat cekcok panjang dengan Budi Syukur, seterunya dalam pemilihan Ketua Kadin Sumbar pada 2017.
Penerbitan SK 052 sebagai SK pertama Kadin Sumbar dibawah kepemimpinan Ramal Saleh dicabut oleh Ketua umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani.
Ramal Saleh sempat digantikan sementara oleh Sam Salam, Waketum Bidang OKK Kadin Sumbar untuk mencarikan solusi pertikaian antara kubu Ramal Saleh dan kubu Budi Syukur.
Akhirnya, Kadin Indonesia mendapatkan solusi dalam kasus itu dan terbitlah SK 075 dengan menempatkan Budi Syukur sebagai Ketua Dewan Pertimbangan dan Basril Djabar sebagai Ketua Dewan Penasihat. Terakhir Haji Leonardi Harmainy diakomodasi menjadi Ketua Dewan Kehormatan.
Baru saja Arsyad Rasyid terpilih menjadi Ketua Kadin Indonesia, Ramal Saleh kemudian mengajukan perubahan susunan kepengurusan sekaligus mengganti Budi Syukur dan Basril Djabar. Sementara Haji Leonardy tetap dipertahankan sebagai Ketua Dewan Kehormatan di dalam SK 244 tersebut.
Ramal sepertinya mendapatkan momentum balasan untuk melibas para seterunya pada saat Arsyad Rasyid menjadi Ketua Kadin Indonesia. Ramal dinilai nyaman mengajukan penggantian pengurus karena dirinya termasuk salah satu Ketua Kadin yang mendukung pencalonan Arsyad Rasyid sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia.
Namun sangat disayangkan aksi balas dendam Ramal Saleh harus mengangkangi aturan organisasi dan sampai setakat ini masih belum diperbaiki oleh Kadin Indonesia. (*)
*) Penulis adalah Pemimpin Umum Harianindonesia.id Jakarta, tinggal di Padang Panjang, Sumbar