Oleh : Nanda Abraham*)
SAAT ini menguat tuntutan pemakzulan Jokowi, ada isu hak angket, tuntutan diskualifikasi Paslon 02 hingga Pilpres diulang. Lalu apa bisa memakzulkan Jokowi ?
Apa yang terjadi jika proses pengajuan hak angket tidak terlaksana ?
Apakah perlu ada tuntutan rakyat mendesak DPR membentuk Pansus Pilpres 2024 ?
Semua pertanyaan diatas saling bertaut, karena, ada yang menduga jokowi dan kroninya telah mendesign pemilu untuk kepentingan keberlanjutan kekuasaannya, melalui mekanisme hukum dengan mengubah aturan di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga Gibran yang berusia dibawah 40 tahun akhirnya bisa menjadi cawapres dimana Rocky Gerung menyebut sebagai “anak haram konstitusi”.
Jika kita mengingat kembali
sejarah lengsernya presiden Adurrahman Wahid (Gus Dur), bisa terjadi karena adanya konflik kepentingan perebutan kekuasaan yang dijadikaj persoalan politik. Bukan persoalan hukum. Meskipun pintu masuknya lewat hukum.
Sudah rahasia umum bahwa lengsernya Gus Dur itu karena kelakuan Amin Rais dan kawan-kawannya di DPR dan MPR RI, dipicu oleh laporan yang disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dollar AS.
Saat itu Gus Dur juga diduga menggunakan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS. Padahal dalam proses hukum, tidak ditemukan bukti-bukti pelanggaran pidana maupun hukum tata negara.
Saat Mahfud MD menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) pernah mengatakan bahwa, “dibalik lengsernya gus dur, semata-mata hanya persoalan politik, yang didalamnya hanya ada kalah dan menang”
Proses pelengseran presiden gus dur melalui sidang pansus yang berlangsung di DPR, sedangkan di luar gedung DPR MPR, terdapat dua kelompok massa aksi yang pro gus dur dan yang kontra.
Saat demonstrasi, teriakan kubu gus dur adalah; Anti Orde Baru dan Golkar. Sedangkan massa yang kontra gus dur meneriakan “reformasi sampai mati”
Mahasiswa dan kelompok masyarakat anti gus dur yang berdemonstrasi bergerak dan digerakan oleh para operator dan dukungan logistik memadai.
Bisa dibilang, tekanan massa di luar gedung DPR/MPR dari kedua kubu yang pro dan kontra hanya belasan ribu orang. Selain dari beberapa kelompok masyarakat yang berdemo di beberapa kota.
Mungkin yang paling menegangkan adalah ketika puluhan ribu massa pendukung gus dur di depan istana yang dijaga pasukan TNI yang melakukan _psywar_ dengan memoncongkan meriamnya ke istana, karena gus dur mengeluarkan Maklumat ( Dekrit ) Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001, sebuah maklumat membekukan MPR dan DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membekukan Partai Golkar.
Banyaknya demonstrasi yang pro dan kontra dari para mahasiswa dan kelompok masyarakat berlangsung hingga lengsernya gus dur.
Namun setelah gus dur lengser, secara hukum tidak bisa dibuktikan. Meskipun alasan kuat latar belakangnya adalah tuduhan kepada gus dur yang dianggap melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Terkait kasus dugaan kecurangan Pemilu Pilpres 2024, masyarakat bisa melihat dan merasakan adanya perilaku Jokowi yang sarat dengan KKN. Keliling jawa membagi-bagikan bantuan sosial ( bansos ), bagi-bagi amplop seperti layaknya teamses berkampanye. Malah ada menteri yang juga membagi-bagi bansos sambil menginstruksikan pilih paslon tertentu.
Peristiwa pemilu 2024 adalah suatu gambaran bagaimana terdapat persengkongkolan presiden bersama orang-orang yang haus kekuasaan dan bersama kumpulan konglomerat dengan alasan kepentingan rakyat, namun mengacak-ngacak konstitusi serta mengabaikan nilai-nilai etika moral peninggalan leluhur bangsa.
Kini teriakan kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur – masif dan sistematis ( TSM ), harus bisa dibuktikan oleh teamses paslon dan para elit partai politik.
Para tokoh bangsa mengatakan pemilu pilpres 2024 adalah pemilu yang kotor, brutal dan mengkhawatirkan keberlanjutan dan tegaknya demokrasi dan HAM di indonesia. Olehkarenanya menuntut pemakzulan presiden.
Sebagai rakyat kecil, ada pertanyaan untuk para ketua umum dan elit partai, apakah anda akan menerima pemilu pilpres satu putaran ?
Apakah para ketua umum dan elit parpol koalisi pendukung paslon akan konsisten membongkar kecurangan pemilu yang anda gembar gemborkan ?
Apakah para wakil rakyat di DPR bisa membentuk Pansus untuk melengserkan Jokowi karena telah melanggar UUD 1945 tentang Sumpah Jabatan Presiden dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN ? Dan Tap MPR No. 6 Th 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Dalam TAP MPR No. 6 ini dimaknai bahwa pejabat publik yang kebijakannya mendapat sorotan negatif dari masyarakat harus mengundurkan diri meskipun belum ada putusan pengadilan.
Disisi lain, dalam alam demokrasi, rakyat juga bisa meminta pertanggung jawaban dana bansos yang melonjak saat berlangsungnya pilpres 2024.
Selain itu, DPR juga bisa membentuk Pansus Bansos 2024. Dan jika ada yang menyebut keputusan MK No. 90 Tahun 2023 cacat konstitusi, apakah bisa dibuat Pansus untuk mengkaji masalah tersebut.
Hal ini semua penting dilakukan agar pemilu 2024 tidak dinilai curang dan brutal.
Apakah bisa ?
Jakarta, 24 feb 2024
*)Penulis adalah Ketua Yayasan Peduli Bumi Indonesia