Harianindonesia.id – Seperti diberitakan, awal mencuatnya fenomena tersebut yakni pada Januari 2022. Saat itu, terdapat dua kasus gangguan ginjal akut. Namun di bulan Agustus, penderita penyakit ini semakin bertambah, yaitu mencapai 36 kasus.
Berdasarkan laporan, pada September dan Oktober justru semakin melonjak dengan temuan kasus 78-110 penderita. Hingga Jumat 21 Oktober 2022 Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) tercatat, telah menyerang 241 anak di 22 Provinsi.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, lonjakan kasus sejak Agustus menjadi tak biasa. Sebab, normalnya, kematian pada kasus gangguan ginjal atau acute kidney injury (AKI) ini tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat.
Menurut Budi, dugaan terbesar penyebab kasus saat ini adalah senyawa kimia yang mencemari obat-obatan sirup, yakni etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butyl ether (EGBE).
“Apakah memang sudah pasti (disebabkan oleh senyawa kimia di obat sirup)? Jauh sudah lebih pasti dibanding sebelumnya karena memang terbukti di anak ada,” jelas Budi.
“Jadi darah anak-anak terbukti mengandung senyawa ini. Kita sudah ambil biopsi rusaknya ginjal konsisten dengan akibat senyawa ini,” lanjut dia.
Lantas, mengapa baru sekarang obat sirup tercemar padahal dulu aman-aman saja?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi menuturkan, kemungkinan dalam satu batch terdapat permasalahan proses produksi. Sementara di batch sebelumnya, tidak ada masalah dan memenuhi standar.
“Dalam hal proses produksi kan setiap produk itu diproduksi setiap batch ya makanya ada nomor batch. Bisa saja dalam satu batch ada masalah dalam proses produksi jadi sebelumnya tidak masalah karena memang memenuhi standar,” ujar Nadia, Minggu (23/10/2022).
Kendati demikian, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah menemukan lima obat sirup dengan kadar etilen glikol melebihi ambang batas.
Mereka adalah Termorex Sirup (obat demam), Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam).
Penjelasan ahli
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati mengungkapkan, pihaknya belum mengetahui pasti penyebab beberapa obat sirup tersebut tercemar. Namun demikian, Zullies memaparkan beberapa kemungkinan penyebabnya.
“Tapi ada beberapa possibility, yang itu tentu harus dikonfirmasi lagi dengan investigasi mendalam,” katanya, Minggu (23/10/2022).
Sumber bahan baku
Pertama, kemungkinan pada batch tertentu yang beredar tahun ini terdapat perubahan sumber bahan baku. Misalnya, bahan baku propilen glikol ataugliserin. Zullies mengatakan, kedua bahan tersebut memiliki kualitas yang berbeda.
Selain itu, bisa pula tidak dilakukan pemeriksaan mutu melalui Certificate of Analysis (COA) untuk memastikan kedua bahan baku tersebut.
“Tetapi jika ternyata industri bisa menunjukkan bahwa mereka menggunakan sumber yang sama sejak dulu, yang dulu aman-aman saja, maka possibility ini gugur,” jelas Zullies.
Cara penyimpanan
Kemungkinan kedua, setelah produk berada di tangan konsumen, bisa jadi cara menyimpannya kurang tepat, seperti terpapar suhu tinggi.
Hal ini bisa mengakibatkan penguraian bahan baku propilen glikol yang menghasilkan etilen glikol dan dietilen glikol. Namun, kemungkinan ini tidak menjawab mengapa baru sekarang terjadi pencemaran.
Sebab, pola penyimpanan produk obat sirup oleh masyarakat kemungkinan besar tidak banyak berubah. Selama ini, papar Zullies, stabilitas produk menjadi salah satu hal yang disyaratkan BPOM. Untuk itu, industri wajib menunjukkan hasil uji stabilitasnya.
“Tapi memang analisis EG dan DEG untuk produk akhir selama ini bukan menjadi syarat, dan bahkan sepertinya tidak pernah dilakukan,” imbuhnya.
Kendati demikian, jika tidak terbukti dalam kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu ada degradasi atau penurunan dari bahan awal, maka kemungkinan ini gugur.
Kesalahan prosedur
Zullies menambahkan, kemungkinan ketiga dari penyebab tercemarnya obat dengan senyawa berbahaya adalah unsur missconduct atau kesalahan dalam pembuatan produk obat.
Misalnya, dengan sengaja mencampurkan propilen glikol dengan EG atau DEG sebagaico-solvent atau pelarut. Dia mengingatkan, kemungkinan ini berimplikasi hukum, sehingga perlu dibuktikan dengan benar dan akurat.
“Saya tidak yakin industri farmasi yang besar akan melakukan hal yang bodoh ini karena jelas sebuah pelanggaran. Namun, jika ketiga kemungkinan tersebut gugur atau tidak terbukti, maka ada faktor lain di luar obat yang menjadi penyebab hal ini. Sebab ada kemungkinan sumber cemaran berasal dari faktor lain. Jika semua possibility ini gugur, maka mungkin ada faktor di luar obat. Bisa penyakit, makanan, dan lain-lain. Karena sumber cemaran mungkin bisa berasal dari sumber lain,” tandas Zullies.
(HT).
Source: Kompas.com.