HARIANINDONESIA.ID – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra buka suara rencana lembaga MPR untuk melakukan amandemen UUD 1945, dalam rangka memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang belakangan menjadi sorotan banyak pihak. Mengingat, rencana ini dikhawatirkan bisa berpotensi membuka kotak pandora.
Yusril mengatakan, kekhawatiran itu merupakan sebuah hal yang wajar. Sebab, pengalaman yang ada, hal itu pernah terjadi. Dia menceritakan, amandemen UUD 45 yang digagas menjelang era Reformasi sebenarnya kala itu terbatas pada tiga masalah.
Masalah tersebut diantaranya; (1) Pembatasan masa jabatan menjadi dua periode (2) Jumlah utusan daerah dan golongan di MPR adalah sepertiga dari anggota DPR (3) Dimasukkannya pasal-pasal HAM ke dalam UUD 45.
“Yang terjadi kemudian di luar dugaan kita, UUD 45 “diobrak-abrik” sedemikian rupa sehingga pasal-pasal tambahan dari amandemen UUD 45 menjadi lebih banyak dibandingkan dengan pasal-pasal yang telah ada sebelumnya,” kata Yusril saat dihubungi, Kamis (2/9/2021).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyarankan kepada lembaga MPR, apabila semangatnya untuk melakukan amandemen terbatas, maka harus ada kesepakatan awal yang wajib dipatuhi.
Kesepakatan awal itu, kata dia, menyangkut tentang pasal-pasal mana yang perlu diamandemen, baik mengubah maupun menambahkan pasal-pasal baru.
“Kalau sekarang mau amandemen lagi, tanpa adanya kesepakatan awal kekuatan-kekuatan politik yang ada, amandemen bisa melebar ke mana-mana,” pungkasnya.
Seperti diketahui Presiden Jokowi kemarin bertemu dengan lima partai koalisi nonparlemen di Istana Negara, Jakarta. Dalam pertemuan itu Kepala Negara tegas menolak amandemen UUD 1945 untuk membuat masa jabatan Presiden tiga periode.
Di samping itu, Mantan Wali Kota Solo ini juga menegaskan dirinya tidak berminat memperpanjang masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia. (*)
source:Abadikini.com