Eksploitasi panas bumi di Poco Leok Manggarai Nusa Tenggara Timur mendapat perlawanan sengit dari warga penolak geotermal.
Masyarakat adat Poco Leok memiliki beberapa alasan kuat untuk menolak proyek geotermal. Pertama, mereka khawatir bahwa proyek tersebut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kedua, mereka takut bahwa proyek tersebut dapat mengancam hak-hak dasar mereka atas tanah yang diwariskan leluhur mereka.
Ditengah gencarnya penolakan geotermal, Bupati Herybertus Nabit bersama Forkompinda, DPRD, pimpinan OPD melakukan studi banding ke Tomohon, Sulawesi Utara pada 9-12 Maret.
Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan PLTP Ulumbu di Manggarai tapi studi banding dilakukan dengan dalil belajar lebih banyak hal dari PLTP Lahendong yang usianya lebih tua dari PLTP Ulumbu.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini dibiayai oleh PT. PLN (Persero) milik BUMN, yang nantinya akan mengerjakan proyek pengeboran panas bumi unit 5 dan 6 kapasitas listrik 2×20 MW di Poco Leok sebagai pengembangan dari PLTP Ulumbu 2×5 MW.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Manggarai, Fansi Jahang membenarkan bahwa kegiatan tersebut dibiayai oleh PLN.
“Anggaranya dari PLN. Besaran jumlahnya pasti ada di PLN,” tulisanya via WhatsApp, Kamis, 13 Maret 2025.
Pernyataan Sekda Fansi dibenarkan oleh ketua DPRD Kabupaten Manggarai, Paulus Peos.
“Dibiayai oleh oleh PLN untuk melihat pengelolaan geothermal Lahendong yang usianya sudah cukup dan mensuplai kebutuhan listrik di Sulawesi Utara,” terang ketua dewan di Kabupaten Manggarai itu.
Bobby Robson Sitorus, membidangi Perizinan, Komunikasi dan CSR wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mengakui hal tersebut.
“Ya kegiatan tersebut berasal dari Anggaran PT PLN (Persero) UIP Nusa Tenggara,” ungkap Sitorus, Sabtu, 15 Maret 2025 melalui pesan whatsApp.
Ketika dimintai pendapatnya mengenai pembiayaan pejabat sekelas Forkopimda (Bupati, Kapolres, Kajari dan Dandim) lazim atau bentuk gratifikasi, iapun masih enggan berkomentar secara terperinci.
“Kami lagi susun ringkasan kegiatannya ya, penjelasannya akan kami sampaikan,” tutup Bobby.
Sementara dosen dan praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum mengendus suatu misi ‘rahasia’ dari studi banding tersebut.
Bilangnya, studi banding untuk sesuatu hal yang masih dipertentangkan menjadi aneh jika diikuti aparat penegak hukum.
“Saya menilai aneh dengan studi banding yang melibatkan Forkompimda ini. Kalau mau studi banding seharusnya cukup pihak PLN dan Bupati serta timnya,” ujar Edi Hardum, Sabtu, 15 Maret 2025 malam.
PT. PLN dan Pemkab Manggarai, lanjut Hardum, seharusnya studi banding itu sebelum dilakukan sosialisasi kepada masyarakat Poco Leok tentang rencana pembangunan Geothermal.
“Namun kenyataannya bahwa studi banding justru dilakukan setelah sosialisasi, yang menimbulkan pertanyaan tentang tujuan sebenarnya dari kegiatan tersebut. Saya menilai studi banding itu tidak efektif. Sekarang sudah terjadi pro dan kontra soal pembangunan geotermal di sana,” ulasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Herybertus Nabit membawa rombongan besar melakukan studi banding geotermal di Tomohon Sulawesi Utara.
Rombongan dijamu Walikota Tomohon, Caroll J A Senduk bersama Wakil Walikota Tomohon, Sendy G. A Rumajar di Taman Kelong Tomohon.
Studi banding bertajuk ‘Timba Ilmu Pengembangan Geotermal’ berjumlah 37 orang, yang terdiri dari seluruh unsur Forkopimda, para pimpinan OPD, utusan masyarakat adat Poco Leok yang pro geotermal serta jurnalis.
Bupati melalui Kadis Komunikasi dan Informatika Kabupaten Manggarai, Heribertus Jelamu memastikan, kegiatan tidak melanggar Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran daerah dengan alasan seluruh biaya perjalanan ditanggung PLN.
“Seluruh biaya kegiatan studi banding sepenuhnya ditanggung oleh PLN, tidak satu sen pun APBD Manggarai dipakai untuk kegiatan ini,” jelas Kadis Kominfo, dalam keterangan tertulis, Jumat (14//03/2025).
(Red)