Foto ilustrasi kesibukan pemudik di pintu tol (foto : Awe/HI)
JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) minta mewaspadai ancaman gempa pada saat menikmati lebaran idhul fitri 2025/1446.
“Sejarah gempa BMKG mencatat bahwa setidaknya ada 13 kejadian gempa dan tsunami merusak yang pernah terjadi selama periode perayaan hari raya dan liburan,” kata Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/3/2025) seperti dikutip CNNIndonesia.
Menurut catatan BMKG ke 13 kejadian gempa dan tsunami yang merusak itu yakni:
1. Tsunami Ambon 1674 (Imlek)
2. Gempa Semarang-Jepara 1821 (Natal)
3. Tsunami Banda Naira 1852 (Natal)
4. Tsunami Larantuka 1982 (Natal)
5. Tsunami Biak 1996 (Idulfitri)
6. Tsunami Aceh 2004 (Natal)
7. Gempa Bora Sulteng 2005 (Iduladha)
8. Gempa Pariaman 2009 (Idulfitri)
9. Gempa Palu Sulteng 2012 (Idulfitri)
10. Tsunami Selat Sunda 2018 (Natal)
11. Gempa Nias 2021 (Idulfitri)
12. Gempa Kep. Mentawai 2023 (Idulfitri)
13. Gempa Ransiki 2024 (Idulfitri)
Menurut Daryono, permasalahan yang dihadapi para pemudik pengguna moda transportasi darat meliputi kondisi spesifik wilayah, seperti geografi, geologi, serta risiko bencana gempa dan tsunami.
Apalagi, wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan gempa.
Menurut Pusgen (2024), terdapat 14 segmen sumber gempa subduksi/megathrust dan 402 segmen sumber gempa sesar aktif.
Gempa dan tsunami merupakan proses alam yang hingga saat ini kejadiannya belum dapat diprediksi sehingga dapat terjadi kapan saja.
Arus mudik lebaran tahun ini diprediksi akan meningkat. Moda transportasi darat mendominasi perjalanan pemudik menuju daerah rawan gempa, seperti Pulau Jawa yang memiliki 25 segmen sesar, zona Bali dan Nusa Tenggara yang memiliki 49 segmen sesar, serta zona Sumatra yang memiliki 56 segmen sesar.
Sebagai upaya pengurangan risiko bencana gempa dan tsunami, pemudik perlu memperoleh pembekalan pengetahuan mitigasi.
Setidaknya ada sembilan hal penting yang perlu dipahami oleh pemudik sebagai upaya kesiapsiagaan terhadap potensi gempa dan tsunami di jalur transportasi darat selama libur Lebaran, yaitu:
1. Gempa kuat dapat memicu rekahan permukaan (surface rupture) jalan raya akibat pergeseran tiba-tiba jalur sesar aktif. Pemudik perlu mengenali sebaran sesar aktif di sepanjang jalur mudik.
2. Jalan raya juga dapat terbelah (ground failure) akibat tanah lunak yang berguncang kuat saat gempa. Pemudik perlu berhati-hati jika terus melanjutkan perjalanan atau mencari jalur mudik alternatif.
3. Gempa kuat dapat memicu terjadinya likuefaksi di jalan raya. Pemudik perlu mengenali zona rawan likuefaksi di sepanjang jalur mudik.
4. Guncangan gempa di jalan raya saat rombongan kendaraan berjalan beriringan berpotensi menyebabkan tabrakan atau benturan antarkendaraan. Pemudik harus selalu mempertahankan jarak aman antar kendaraan.
5. Guncangan gempa saat kendaraan melaju kencang dapat menyebabkan roda selip tanpa kendali, kendaraan terlempar, dan terbalik. Jika merasakan guncangan tak lazim, pemudik harus segera memperlambat kendaraan, menepi, dan berhenti di jalur aman.
6. Gempa kuat dapat merobohkan bangunan di tepi jalan, seperti pagar tembok, gapura, monumen, baliho, dan jalur kabel listrik yang dapat menimpa kendaraan. Pemudik perlu memastikan lokasi pemberhentian kendaraan aman.
7. Gempa kuat bahkan dapat merusak atau meruntuhkan struktur jalan layang (flyover) yang sedang dilalui banyak kendaraan. Pemudik harus memastikan kendaraan berhenti di tempat yang aman dan tidak terjatuh dari ketinggian.
8. Gempa yang mengguncang kawasan perbukitan dapat memicu longsoran tebing dan runtuhan batu. Pemudik sebaiknya tidak melintasi kawasan perbukitan pascagempa kuat atau saat hujan deras.
9. Gempa dangkal yang berpusat di laut dapat memicu tsunami yang berpotensi melanda jalur mudik yang sejajar dengan pantai rawan tsunami. Pemudik wajib memiliki aplikasi informasi gempa dan peringatan dini tsunami BMKG serta menghindari jalur pantai saat peringatan dini tsunami dikeluarkan BMKG.
Tak Berdampak ke Indonesia
Tetapi BMKG memastikan gempa berkekuatan M6,6 yang mengguncang Selandia Baru tak akan berdampak ke wilayah Indonesia.
BMKG mencatat gempa di Selandia Baru terjadi pada Selasa (25/3), pukul 08.43.12 WIB, di bagian selatan Selandia Baru. Pusat gempa terletak pada koordinat 46,69 LS dan 165,78 BT tepatnya di baratdaya Riverton, Selandia Baru dengan kedalaman hiposenter 10 km.
Menurut Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, gempa bumi ini merupakan jenis gempa dangkal yang dipicu aktivitas subduksi Lempeng Australia ke bawah Lempeng Pasifik. Gempa ini memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Warga di wilayah Southland dan Fiordland sempat diimbau pihak berwenang untuk menjauh dari pantai karena dikhawatirkan terjadi tsunami yang dapat menimbulkan bahaya.
Namun begitu, hasil monitoring muka laut menunjukkan tidak ada ancaman tsunami. Laporan sementara juga menunjukkan gempa tidak menimbulkan kerusakan bangunan, karena episenter gempa terletak di laut dan jauh dari daratan.
“Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa tersebut tidak menimbulkan dampak tsunami di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kepada masyarakat di wilayah Indonesia dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yg tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,”ungkap Daryono dalam keterangan resminya, Selasa (25/3).
Menurut dia wilayah Selandia Baru terletak di perbatasan dua lempeng tektonik utama dan konsekuensinya akan terus diguncang oleh ribuan gempa bumi setiap tahunnya.
Gempa kuat dan merusak terakhir berkekuatan 6,3 menghancurkan sebagian besar Christchurch pada tahun 2011, menewaskan 185 orang, menurut catatan BMKG.
Gempa dilaporkan terjadi pada kedalaman 33 kilometer, sekitar 160 kilometer di barat laut Kepulauan Snares. Sementara itu, Survei Geologi Amerika Serikat mengatakan gempa tersebut terjadi pada kedalaman sekitar 10 kilometer.
Badan Manajemen Darurat Nasional Selandia Baru mengimbau warga di wilayah Southland dan Fiordland untuk menjauhi pantai dan pesisir laut, karena arus yang kuat dan tidak biasa dapat menimbulkan bahaya. Meski demikian tidak ada potensi ancaman tsunami.
Waspada juga Megathrust
BMKG sebelumnya menyebut kejadian gempa bumi di Indonesia mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir. Maka dari itu, masyarakat diimbau waspada terutama di zona seismik yang berpotensi gempa besar.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan pentingnya pendekatan mitigasi bencana geohidrometeorologi yang mencakup tidak hanya gempa bumi dan tsunami, tetapi juga bencana hidrometeorologi yang semakin meningkat akibat perubahan iklim.
“Mitigasi bencana harus menyasar semua aspek, baik yang terkait dengan tektonik seperti gempa dan tsunami, maupun yang berhubungan dengan hidrometeorologi,” ujar Dwikorita dalam sebuah keterangan, Jumat (17/1).
BMKG saat ini memiliki jumlah alat pemantau gempa yang lebih banyak. Namun, peningkatkan intensitas gempa disebut mencerminkan dinamika tektonik yang semakin aktif di wilayah Indonesia.
“Menurut data BMKG, kejadian gempa bumi di Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas kegempaan yang perlu kita waspadai,” tutur Dwikorita.
Dwikorita juga menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap zona seismik yang berpotensi terjadi gempa besar, di antaranya di Selat Sunda dan Mentawai.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG terus memperkuat sistem pemantauan dan peringatan dini, dengan menambah jumlah sensor dan mengembangkan model simulasi untuk mengantisipasi potensi dampak bencana.
Terpisah, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono juga menyoroti wilayah Selat Sunda dan Mentawai. Pasalnya, ada ancaman dari dua megathrust yang sudah lama tak ‘pecah’ tersebut karena seismic gap.
Seismic gap merupakan zona sumber gempa potensial, tetapi belum mengalami gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’ karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” tutur Daryono pada Agustus 2024 lalu.
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali menyebabkan gempa pada kurun waktu lebih dari ratusan tahun lalu.
Megathrust Selat Sunda yang memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah ‘pecah’ pada 1699 dan 1780 dengan kekuatan M 8,5.
Sementara Megathrust Mentawai-Siberut yang memiliki panjang 200 km dan lebar 200 km, serta slip rate 4 cm per tahun, pernah gempa pada 1797 dengan M 8,7 dan pada 1833 dengan M 8,9.
Selain kedua megathrust tersebut, peta gempa tersebut juga menyoroti 13 megathrust yang memiliki potensi serupa. Beberapa telah mengalami pecah segmen hingga membentuk segmen yang baru, seperti Segmen Mentawai yang terbagi menjadi Segmen Mentawai-Siberut dan Segmen Mentawai-Pagai.
Selain itu, ada juga segmen Jawa yang dibagi menjadi tiga segmen, yaitu segmen Selat Sunda-Banten, Segmen Jawa Barat, dan Segmen Jawa Tengah-Jawa Timur.
Sebagai pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, gempa besar yang menghantam Jawa bisa melumpuhkan Tanah Air.
Para pakar bisa memperkirakan seberapa besar potensi gempa yang bakal disebabkan oleh masing-masing megathrust. Sayangnya, mereka tidak bisa memprediksi kapan bencana tersebut akan terjadi.
Berikut daftar lengkap segmen megathrust yang mengancam Jawa berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017:
Megathrust Bali
Potensi Magnitudo maksimum: 9,0
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 500 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: belum ada catatan
Megathrust Jateng-Jatim
Potensi Magnitudo maksimum: 8,9
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 440 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: M M 7,2 pada 1916; M 7,8 pada 1994
Megathrust Selat Sunda-Banten
Potensi Magnitudo maksimum: 8,8
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 280 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: Magnitudo 8,5 pada 1699 dan 1780
Megathrust Jawa Barat
Potensi Magnitudo maksimum: 8,8
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 320 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: M 8,1 pada 1903; M 7,8 pada 2006 (*)
Sourches : CNNIndonesia
Editor : Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com