Setelah Dikritik, Jokowi Minta Tes PCR Dinaikan jadi 10 Ribu Orang Per Hari

  • Bagikan

Jakarta, Harianindonesia.id  ‐‐ Presiden Joko Widodo meminta kepada jajarannya terutama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Wabah Corona agar meningkatkan jumlah tes polymerase chain reaction(PCR) virus corona (Covid-19). Dia ingin tes PCR bisa dilakukan lebih dari 10 ribu kali dalam sehari.

“Ini juga lompatan yang baik tetapi saya ingin agar setiap hari paling tidak kita bisa tes lebih dari 10 ribu,” kata Jokowi saat membuka Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/4) seperti dikutip CNNIndonesia.com

Jokowi mengatakan bahwa peningkatan jumlah tes PCR juga berarti memperluas jangkauan pemerintah dalam mendeteksi virus corona. Menurutnya, itu penting.

Perluasan jangkauan bisa mengurangi penumpukan pemeriksaan sampel, terutama di daerah yang menjadi pusat atau episentrum penyebaran wabah corona. 

Sejauh ini, Jokowi mengaku mendapat laporan tes PCR sudah dilakukan terhadap 26.500 orang di Indonesia. Dia mengamini bahwa itu merupakan kemajuan dibanding sebelumnya. Akan tetapi, Jokowi tetap ingin tes PCR diperluas lagi.

“Saya ingin tes PCR ini betul-betul bisa diperluas jangkauannya dan mengurangi tumpukan pemeriksaan sampel, terutama di daerah episentrum,” kata Jokowi 

Dalam kesempatan yang sama, Jokowi mengatakan ada penambahan laboratorium yang mampu memeriksa hasil tes PCR. Dari semula hanya 3, kini telah ada 29 lab yang mampu memeriksa hasil tes PCR dari 78 lab yang dipersiapkan.

Tak hanya itu, Jokowi juga mengapresiasi pengadaan 18 buah alat tes PCR oleh Kementerian BUMN. Dia mengatakan pengadaan alat tes ini bisa mempercepat tes PCR hingga hampir 9 ribu sampel. 

“Sehari satu alat bisa 500 PCR berarti kalau 18 berarti per hari bisa tes sembilan ribu PCR per harinya ini sangat baik,” kata dia. 

Sejauh ini, pemerintah pusat mengumumkan telah ada 4.241 orang terinfeksi virus corona hingga Minggu (12/4). Ada 373 di antaranya meninggal dunia dan 359 orang sembuh.

Indonesia Terendah

Sebelumnya Worldometer menyebut Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat pengetesan virus corona (Covid-19) terendah di dunia.

Berdasarkan data referensi statistik Worldometer per Rabu (8/4), Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk terpadat keempat di dunia ini baru melakukan tes terhadap 14.354 warga.

Data itu menggambarkan bahwa hanya 52 orang yang menjalani tes corona dari setiap satu juta warga Indonesia. Jumlah tersebut sangat timpang dengan total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa.

Angka pemeriksaan yang rendah itu pun dinilai sejumlah pihak mengejutkan mengingat Indonesia merupakan negara dengan tingkat Gross Domestic Product (GDP) tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah GDP kerap dijadikan patokan standar hidup sebuah negara.

Sementara itu, angka pemeriksaan corona Djibouti, salah satu negara kecil di Afrika Timur, bahkan lebih tinggi dari Indonesia. Negara itu sejauh ini telah melakukan tes Covid-19 terhadap 2.229 warga. Populasi penduduk Djibouti tidak sampai satu juta orang. 

Selain Indonesia, beberapa negara juga memiliki angka pemeriksaan corona terendah. Papua Nugini sejauh ini baru melakukan tes terhadap 72 orang dari total 8,9 juta warga. 

Angka itu menggambarkan bahwa baru ada 8 dari satu juta warga Papua Nugini yang diperiksa corona. Sejauh ini, Papua Nugini tercatat memiliki dua kasus corona dengan nihil kematian.

Mauritania dan Mozambik juga masuk dalam daftar negara dengan angka pemeriksaan terendah yakni hanya 14 orang di antara satu juta warganya. Mauritania tercatat memiliki enam kasus Covid-19 dengan satu kematian, sementara tercatat ada 10 kasus corona di Mozambik per hari ini.

SIMAK JUGA :  Jokowi akan Resmikan Langsung Pasar Pariaman

Tujuh negara lainnya dengan angka pemeriksaan corona terendah yakni Ethiopia berjumlah 20 orang, Haiti dan Myanmar masing-masing 23 orang, Nigeria 24 orang, Zimbabwe 25 orang, Bangladesh 26 orang, Zambia 34 orang, serta Bolivia 51 orang dari setiap satu juta warga masing-masing.

Sebagai perbandingan, Pakistan yang memiliki jumlah penduduk tidak jauh berbeda dengan Indonesia telah melakukan tes corona terhadap 42.159 warganya. 

Jumlah tersebut menggambarkan bahwa 191 orang dari setiap satu juta warga Pakistan telah menjalani pemeriksaan corona.

Berdasarkan letak geografis, angka pemeriksaan corona Indonesia juga jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia.

Sejauh ini, Singapura telah memeriksa 65.000 warganya. Itu berarti pemeriksaan dilakukan terhadap 11.110 orang dari setiap 1 juta warganya.

Sementara itu, Malaysia telah memeriksa 55.566 warga. Data itu menggambarkan bahwa 1.717 orang dari setiap satu juta warga Malaysia telah menjalani tes corona.

Respons pemerintah

Juru Bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengakui data tersebut. Ia menyebut pemerintah RI memang melakukan tes corona secara terstruktur dan tidak masif.

“Tes yang kami lakukan tidak membuta, tetapi terstruktur. Dimulai dari tracing kontak yang di-screening lagi dengan rapid test lalu dilanjutkan dengan PCR untuk rapid test positif. Dengan demikian maka efektifitas tes PCR menjadi lebih baik,” kata Yurianto seperti dikutip CNNIndonesia.com saat dimintai tanggapan terkait data statistik tersebut melalui pesan singkat.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI itu menuturkan saat ini Indonesia memang tengah menghadapi tantangan kasus corona tanpa gejala. 

Meski begitu, Yurianto menuturkan pemerintah tetap menerapkan kategori warga yang masuk daftar prioritas diperiksa corona menggunakan rapid test.

“Prioritas rapid sebenarnya yakni satu tracing contact, dua tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 terkonfirmasi (positif), ketiga screening di fasilitas kesehatan di daerah zona merah dengan dengan gejala ISPA,” kata Yurianto.

Per hari ini, Indonesia tercatat memiliki 2.956 kasus corona dengan 240 kematian. Ribuan kasus corona itu tersebar di 32 provinsi. Dalam jumpa pers di BNPB awal pekan ini, Yurianto bahkan mengatakan bahwa 60-70 persen pasien corona di Indonesia terinfeksi tanpa gejala.

Pasien corona tanpa gejala bisa menularkan virus ke orang lain.

Kepada the Straits Times, Yurianto menuturkan Indonesia telah melakukan rapid test dan pemeriksaan tersebut tidak menambah penghitungan nasional kasus Covid-19.

Terlepas dari itu, pemerintah terus mendapat kritikan publik lantaran dianggap lambat merespons penyebaran wabah corona di Indonesia. 

Selain faktor ketidaksiapan tanggapan nasional terhadap penyebaran pandemi, sistem dan fasilitas kesehatan seperti ruang isolasi, APD, hingga peralatan dan tenaga medis dalam negeri juga dianggap tak siap menampung pasien corona yang belakangan terus meningkat.

Meski begitu, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan serangkaian kebijakan demi merespons penyebaran corona di dalam negeri seperti menetapkan rumah sakit rujukan, membangun rumah sakit terintegrasi untuk pasien corona di Pulau Galang, Batam.

Pada 5 Maret lalu, Yurianto juga menegaskan bahwa pemerintah melalui BPJS Kesehatan akan menanggung seluruh biaya perawatan pasien terkait corona mulai dari orang berstatus dalam pemantauan (ODP).

Hari ini, pemerintah juga menyatakan akan menanggung biaya perawatan pasien corona di rumah sakit non rujukan pemerintah. Saat ini, formula biaya pasien corona telah dirampungkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berdasarkan usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

(awe)

  • Bagikan