Harianindonesia.id – Pemerintah akan mengenakan biaya untuk setiap orang yang ingin mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP di database kependudukan.
Zudan Arief Fakrulloh selaku Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri akan mengeluarkan aturan mengenai biaya akses NIK KTP untuk para lembaga pengguna database kependudukan.
Dikutip dari CNN Indonesia, Rabu 13 April 2022, jika suatu lembaga ingin mengakses unsur data kependudukan maka akan dikenakan biaya sebesar Rp1.000.
“Sudah disosialisasikan juga ke berbagai lembaga sesuai rapat terdahulu untuk akses NIK Rp1.000 per akses NIK,” kata Zudan kepada CNN Indonesia, Rabu 13 April 2022.
Selama ini pemerintah tidak memungut biaya bagi suatu lembaga yang ingin mengakses data NIK KTP di database.
Pemerintah menanggung semua beban biaya akses NIK KTP dengan menggunakan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
Ia juga menambahkan bahwa selama ini database akses NIK KTP tidak pernah dilakukan perawatan karena tidak memiliki anggaran.
Perangkat keras server database juga telah berusia sepuluh tahun dan tidak memiliki garansi. Bahkan suku cadang database juga sudah tidak ada di pasaran.
“Memang sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga Pemilu Presiden dan Pilkada Serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyediaan daftar pemilih,” tuturnya.
Kemendagri selama ini meminta anggaran untuk melakukan perawatan database akses NIK KTP kepada Menteri Keuangan. Namun selalu saja ditolak oleh lembaga yang dipimpin Sri Mulyani tersebut.
Pada Selasa 12 April 2022, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim juga menyinggung mengenai tidak terawatnya database akses NIK KTP yang bisa memberikan efek terhadap keamanan data penduduk Indonesia.
“Kita menghadapi ancaman serius mengenai data kependudukan. Hampir 200 juta data kependudukan yang tersimpan di data center Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terancam hilang atau musnah,” ucap Luqman Hakim kepada CNN Indonesia, Selasa 12 April 2022.
Source : Terkini.id
Editor : Abil Muhari