Jakarta, – Wacana perpanjangan masa jabatan presiden kembali bergulir. Kali ini, wacana itu dilontarkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Ia memastikan partainya akan setuju apabila jadwal Pemilihan Umum 2024 dipertimbangkan untuk diundur.
“PAN setuju bahwa pemilu perlu dipertimbangkan untuk diundur,” kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli, dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).
Menurut Zulkifli, setidaknya ada lima alasan yang membuat partai berlogo matahari putih itu yang mendasari Pemilu perlu ditunda.
Pertama, situasi pandemi yang masih berlangsung dan memerlukan perhatian khusus.
Kedua, kondisi perekonomian belum stabil sehingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat perlu melakukan pemulihan untuk kembali bangkit.
Ketiga, adanya perkembangan situasi konflik global yang perlu diantisipasi, antara lain perang Rusia-Ukraina dan tidak menentunnya harga minyak dunia.
Keempat, anggaran pemilu yang justru membengkak dari rencana efisiensi, lebih baik dikonsentrasikan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Kelima, masih adanya keberlangsungan program-program pembangunan nasional yang tertunda akibat pandemi.
Zulkifli mengatakan, keputusan pengunduran Pemilu ini diambil setelah mendengar masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan.
Selain Itu, ia menilai, persepsi dan penilaian masyarakat akan kinerja Presiden Joko Widodo sangat tinggi, di mana angka kepuasan publik terhadap pemerintah 73 persen.
“Hal ini menunjukkan pengakuan masyarakat untuk keberhasilan pemerintah dalam menghadapi pandemi dan berbagai situasi yang tidak menentu,” ujar Zulhas.
Usulan masa perpanjangan masa jabatan presiden ini sebelumnya telah disampaikan oleh dua ketua umum partai yaitu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Muhaimin menyampaikan usulan tersebut usai menerima para pelaku UMKM, pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai Perbankan di ruang Delegasi DPR RI, Nusantara III, Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Ia mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda dengan alasan perbaikan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Muhaimin khawatir jika Pemilu tetap digelar 2024 maka akan mengganggu stabilitas ekonomi.
“Dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan Pemilu tahun 2024 itu ditunda satu atau dua tahun,” kata Cak Imin dalam keterangannya, Rabu.
Sementara itu, Airlangga Hartarto juga menampung aspirasi terkait perpanjangan pemerintahan Jokowi hingga bisa menjabat selama 3 periode.
Aspirasi itu diterima Airlangga dari petani di Kabupaten Siak, Riau, di tengah-tengah kunjungan kerjanya selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Ia pun berjanji akan membicarakan usulan tersebut dengan pimpinan partai politik lainnya.
“Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi Partai Golkar aspirasi rakyat adalah aspirasi partai, oleh karena kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” ujar Airlangga dalam kunjungan kerja di Siak, Kamis (24/2/2022), dikutip dari siaran pers.
Usulan pengusaha
Adapun pada Januari lalu, usulan memperpanjang masa jabatan presiden ini juga disampaikan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengeklaim, usulan itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya.
Dengan alasan, pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 sehingga para pengusaha berharap penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.
Ditolak PDI-P
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan partainya menolak usulan penundaan pemilu.
PDI-P, kata Hasto, taat pada Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
“Dengan demikian, tidak ada sama sekali ruang penundaan pemilu,” ujar dia.
Hasto mengatakan, periodisasi pemilu lima tahunan membentuk kultur demokrasi. Apabila kultur periodisasi tersebut diganggu, maka akan hanya berdampak pada instabilitas politik.
“Jadi, daripada berpikir menunda Pemilu, sebaiknya terus melakukan langkah konsolidasi untuk mempersiapkan Pemilu,” kata Hasto.
Kontraproduktif
Menurut Arya Fernandes, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) wacana memperpanjang masa jabatan presiden kontraproduktif dengan semangat reformasi.
“Gagasan perpanjangan ini kontraproduktif dengan semangat reformasi. Karena dalam reformasi itu, pasca reformasi ada amendemen konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden,” kata Arya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/2/2022).
Arya menjelaskan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amendemen sudah diatur bahwa presiden dapat menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Selain itu, UUD 1945 juga mengatur bahwa pemilihan umum diadakan setiap lima tahun sekali.
“Dari sisi konstitusi tidak ada potensi yang diberikan konstitusi untuk memperpanjang, jadi gagasan-gagasan untuk memperpanjang itu kontraproduktif dengan semangat reformasi,” ujarnya.
Arya menilai gagasan menunda pemilu tidak demokratis. Bukan hanya karena menyalahi konstitusi, gagasan itu dinilai dapat membatasi orang untuk dipilih.
Ia mengatakan, dalam negara demokrasi terdapat doktrin soal pembatasan kekuasaan agar ada pergantian kepemimpinan nasional.
Dengan pembatasan itu, kata dia, pejabat eksekutif nantinya tidak berpotensi membuat kebijakan-kebijakan yang tidak demokratis.
Source : Kompas.com
Editor : Abil Muhari