PROFESOR DR ASRINALDI
JAKARTA, HARIANINDONESIA.ID – Guru Besar Politik Universitas Andalas (UNAND) Padang Prof. Dr. Asrinaldi menyebut Jokowi keliru memaksakan anaknya Gibran menjadi Cawapres Prabowo Subianto, ditengah menguatnya penolakan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi tentang persyaratan calon wakil presiden pada Pilpres 2024 mendatang.
Sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa persyaratan menjadi Cawapres tidak boleh berusia dibawah 40 tahun, tetapi memberi peluang kepada calon yang pernah menjadi kepala daerah meski usianya dibawah 40 tahun. Keputusan MK ditolak keras oleh BEM SI melalui demo di Jakarta sejak Jumat (20/10) pagi hingga sore.
“Jadi, strategi memasang Gibran sebagai Cawapres Prabowo Subianto ditengah tekanan demo BEM seluruh Indonesia terhadap keputusan MK adalah keliru dan kecele. Sebab hal itu malah bisa merontokan dukungan massa terhadap Prabowo sendiri, dan besar kemungkinan bisa kalah dalam putaran pertama Pilpres,” ujar Profesor Asrinaldi melalui wawancara voice note dengan Harianindonesia.id, Jumat malam.
Menurut Asrinaldi, pemasangan Gibran menjadi cawapres Prabowo adalah bagian dari politik dinasti yang sedang dirancang oleh Jokowi bersama Prabowo sebagai mitra politiknya, sekaligus mengisi kesepakatan yang pernah dibuat Jokowi dan Prabowo pasca merapat dalam kabinet Jokowi.
“Saya pikir sangat lazim Pak Jokowi dan Prabowo merancang kesepakatan untuk pemerintahan baru dengan menempatkan Gibran sebagai perpanjangan tangannya setelah tidak lagi menjadi presiden, namun apa bentuk kesepakatan itu tentu kita tidak tahu. Tetapi itu bisa ditafsirkan dari penempatan Gibran menjadi Cawapres Prabowo,” jelasnya.
Selain itu, sikap Jokowi ini juga bisa disebut sebagai upaya dan keinginan Jokowi untuk memaksa bicara dengan Megawati dan Ganjar Pranowo, terkait dengan posisi dirinya setelah tidak lagi menjadi presiden.
Dan, dilihat dari strategi pemenangan Prabowo di Jawa Tengah, kata Asrinaldi, keputusan memasang Gibran adalah sangat tepat. Sebab pengaruh Gibran diasumsikan bisa merontokan suara Ganjar Pranowo di Jawa Tengah.
“Apapun juga, posisi Gibran sebagai Walikota Solo dan Jokowi sebagai presiden secara serta merta akan memberi pengaruh positif terhadap pendulangan suara Prabowo di Jawa Tengah jika jadi disandingkan dengan Gibran,” paparnya.
Tetapi Asrinaldi menilai keliru keputusan Jokowi masih memaksakan Gibran menjadi Cawapres Prabowo ditengah tekanan demo dan penolakan terhadap keputusan MK yang dalam tanda kutip memberi peluang kepada Jokowi membangun politik dinasti.
Ditegaskan Asrinaldi, Jokowi sepertinya tidak menduga penolakan keputusan MK begitu meluas dan berdampak negatif terhadap citranya sebagai presiden. Tetapi karena sudah kadung dirancang dari awal maka sepertinya Gibran akan tetap dipasang menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Padahal, tegas Asrinaldi, pasca bergabungnya Prof Mahfud MD menjadi Cawapres Ganjar nilai tawar pasangan Capres Cawapres besutan koalisi PDIP menaik tajam. Alasannya faktor politik kebangsaan yang ada dalam diri Mahfud akan mempengaruhi dukungan masyarakat. Kata Asrinaldi, faktor Mahfud ini akan mendorong minat masyarakat memilih pasangan ini terus meningkat.
Sejogianya, tambah Asrinaldi, Prabowo jangan memaksakan Gibran lagi. Tetapi memberi peluang Cawapres sekelas dengan Mahfud. Misalnya disana kan Yusril Ihza Mahendra, Airlangga atau setidaknya Erick Thohir. Sebab faktor kemudaan usia Gibran malah menurunkan daya saingnya terhadap Mahfud, meski dia anak presiden.
Guru Besar Politik Unand ini juga menolak kedekatan Jokowi dan Prabowo di Pilpres sama sekali tidak ada kaitannya dengan upaya mengganjal kemenangan Paslon AMIN. Ini adalah bagian terpisah dari disharmonisasi Jokowi sebagai presiden terhadap Anies sebagai calon presiden.
Tetapi eskalasi politik Pilpres di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari faktor politik global, khususnya Amerika dan China. Betapapun Amerika merasa sangat berkepentingan terhadap calon presiden yang ikut Pilpres, seperti juga China pada saat Jokowi mencalon jadi presiden sejak pertama kalinya.
Tidak hanya Amerika dan China, kata Asrinaldi lagi, negara Rusia dan negara maju lainnya juga memiliki kepentingan sangat besar terhadap Indonesia, terutama dikaitkan dengan potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia.
“Artinya kondisi geo politik Indonesia tidak hanya bersifat domestik tetapi tidak bisa dilepaskan dari politik internasional. Seperti juga Jokowi yang berusaha terus menjaga dukungan dari China, Amerika pun berkepentingan memenangkan calon presiden kesukaan mereka. Semua orang sudah tau itu siapa jagoan Amerika di Pilpres 2024 mendatang,” ujarnya.
Asrinaldi menolak asumsi bahwa sikap tetap ngotot Jokowi memaksakan Gibran menjadi Cawapres Prabowo ditengah tekanan demo dan penolakan terhadap keputusan MK sebagai bagian dari skenario chaos negara, untuk kemudian memuluskan perpanjangan kekuasaannya.
“Saya kira tidak ya. Ini tak lebih dari upaya mengisi komitmen yang sudah dibuat oleh Jokowi dan Prabowo. Tetapi mereka tidak menduga penolakan mahasiswa begitu keras terhadap keputusan MK. Saya kira itu persoalannya,” pungkas Asrinaldi. (*)
Awaluddin Awe