GPK Aliansi Tepi Barat Pertanyakan Janji Pemantauan Legal Formal di Pondok Pesantren Magelang Oleh Kemenag

  • Bagikan

Gerakan Pemuda Ka’bah ( GPK ) Aliansi Tepi Barat Beserta Sayap – Sayapnya Pertanyakan Janji Kemenag kabupaten Magelang, Pada Senin ( 16/12/2024 ).

Harianindonesia.id – Jawa Tengah, Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat menagih janji Pemerintah Kabupaten ( Pemkab ), DPRD dan khususnya Kementerian Agama kabupaten Magelang yang telah berjanji di depan publik dan di saksikan pada pejabat daerah, Pada saat acara audiensi GPK Aliansi Tepi Barat beserta masyarakat dengan badan legislatif dan eksekutif di kantor DPRD kabupaten Magelang.

“Informasi sebelumnya Kemenag kabupaten Magelang sendiri berjanji akan melakukan verifikasi dan melakukan pemantauan langsung terhadap 355 pondok pesantren yang ada di wilayah Magelang guna untuk melindungi santri dan santriwati melalui pemantauan legal formal di seluruh Pondok Pesantren.

Upaya tersebut dilakukan setelah kasus kekerasan seksual yang di lakukan oleh oknum sang kyai terhadap empat santriwatinya di Pondok Pesantren Magelang hingga menjadi perhatian publik dan viral Nasional.

GPK Aliansi Tepi Barat yang berkomitmen terus mendampingi empat santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan hingga saat ini yang masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Mungkid, Kabupaten Magelang juga mempertanyakan janji Kemenag. Meskipun telah dilakukan berbagai pertemuan dan audensi dengan pihak terkait, pemenuhan janji-janji yang telah diberikan masih belum terlihat secara nyata.

Komandan GPK Aliansi Tepi Barat, Pujiyanto atau Yanto Petok’s, menekankan pentingnya pemantauan legal formal di pondok pesantren untuk memberikan perlindungan kepada santri dan santriwati . Ia juga menyebut bahwa GPK Aliansi Tepi Barat dan sayap-sayapnya akan terus memperjuangkan keadilan bagi empat korban kekerasan seksual di pondok pesantren.

Selain itu, Yanto Petok’s juga menyampaikan data bahwa kasus kekerasan seksual di pondok pesantren Magelang bukanlah kejadian yang baru terjadi, Dengan kasus serupa terjadi sebelumnya pada tahun 2022. Hal ini menegaskan urgensi perlunya tindakan konkret dalam melindungi santri dan santriwati di pondok pesantren.

Dengan adanya upaya GPK Aliansi Tepi Barat dan dukungan dari berbagai pihak termasuk Ketua dan anggota DPRD Kabupaten Magelang, Pemerintah Kabupaten Magelang diharapkan segera mengambil langkah-langkah nyata dalam pemantauan legal formal di pondok pesantren. Hal ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi santri dan santriwati untuk mendapatkan ilmu Akhlaqulkarimah serta memberikan kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual.

SIMAK JUGA :  Miris, Terjadi di Dharmasraya, Remaja Tanggung Diduga Sodomi Banyak Anak Dibawah Umur

Di kesempatan yang sama Sekjen GPK Aliansi Tepi Barat Akhmad Solihuddin,S.H, Mengatakan kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama atau pondok pesantren dinilai tinggi. Menurutnya, korban kekerasan seksual di pondok pesantren seringkali mengalami ketakutan akibat relasi kekuasaan berlapis antara pelaku yang merupakan pemilik pesantren dan guru pesantren yang memiliki pengaruh besar.

Korban kekerasan seksual di pondok pesantren sering kali merasa terjebak dalam situasi yang sulit, karena pemilik pesantren dan guru pesantren seringkali ditempatkan pada posisi terhormat oleh masyarakat. Hal ini membuat korban dan keluarganya merasa takut untuk berbicara dan mencari keadilan, karena adanya ancaman baik secara langsung maupun tidak langsung dari pelaku.

Meskipun demikian, Akhmad Sholihuddin .S.H memuji keberanian empat santriwati dan keluarganya yang berani bersuara dan mencari keadilan terkait kasus kekerasan seksual yang dialami. Mereka dianggap sebagai pahlawan yang berani melawan ketakutan dan mengungkapkan kebenaran.

“Kasus kekerasan seksual di pondok pesantren di Magelang menunjukkan betapa pentingnya perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Pihak berwenang, Pemerintah Kabupaten Magelang, dan Kantor kementerian Agama kabupaten Magelang diharapkan dapat memberikan perlindungan yang cukup bagi korban dan membantu mereka dalam proses perjuangan mencari keadilan.

Dengan adanya kejadian mengenai kasus kekerasan seksual di pondok pesantren Magelang, Diharapkan masyarakat juga dapat lebih aware terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekitar dan memberikan dukungan bagi korban untuk berani bersuara dan mencari keadilan”, Pungkasnya.

Sampai berita ini di terbitkan awak media berusaha untuk menghubungi Kemenag kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah untuk mendapatkan informasi.

( Tri )

  • Bagikan