Dunia Bantu Gempa Myanmar, Lalu Alasan Apa Junta Militer Minta Bantuan Luar?

Keterbukaan pemerintahan junta militer terhadap musibah gempa yang menimpa Myanmar dianggap sebagai tindakan langka. Sejak menguasai pemerintahan Myanmar, Junta militer lebih banyak berhubungan dengan sekutunya saja. (FOTO : AFP)

JAKARTA – Keprihatinan dunia terhadap musibah gempa di Myanmar menjadi wajar karena begitu besarnya efek gempa berkekuatan 7,7 skala richter terhadap warga setempat. Sebuah lembaga riset memperkirakan jumlah korban gempa akan mencapai 10.000 orang.

Tetapi kemudian menjadi pertanyaan besar terhadap pemerintah Junta Militer yang mulai membuka diri kepada dunia luar untuk meminta bantuan mengatasi dampak gempa di negaranya.

Keterbukaan pemerintah junta dengan cepat disambut oleh sejumlah kepala negara yang menyatakan siap membantu Myanmar dan Thailand usai gempa magnitudo 7,7 mengguncang kedua negara itu pada Jumat (27/3).

Hingga kini korban tewas imbas gempa di Myanmar mencapai 694 orang, tetapi angka ini diprediksi bertambah menjadi 10.000 jiwa. Sementara itu di Thailand, korban tewas tercatat 10 orang.

Gempa juga menyebabkan kerusakan signifikan di Myanmar dan membuat sejumlah gedung di Thailand ambruk.

Berikut daftar negara yang siap membantu kedua negara itu imbas gempa dahsyat.

Indonesia

Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia siap memberi dukungan untuk pemulihan bencana akibat gempa.

“Indonesia siap memberikan semua dukungan yang diperlukan untuk upaya pemulihan di wilayah yang terdampak,” kata Prabowo di X, Jumat (29/3).

“Pikiran dan doa kami menyertai rakyat kedua negara selama masa sulit ini,” kata Prabowo.

Malaysia

Perdana Menteri Anwar Ibrahim juga siap membantu Myanmar dan Thailand.

“Malaysia siap memberikan bantuan dan mendukung upaya kemanusiaan sesuai kebutuhan,” kata Anwar di X.

Di masa seperti ini, dia berharap pemulihan segera berlangsung. Selain itu, Anwar mengatakan semoga kekuatan ikatan regional membawa harapan dan penyembuhan.

PM Malaysia ini juga menyampaikan bela sungkawa untuk kedua negara imbas gempa.

Laporan soal bangunan runtuh, warga sipil yang terjebak, dan korban yang terus bertambah sangat menyedihkan.

“Atas nama Malaysia, saya menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada semua orang yang telah kehilangan orang yang dicintai, dan doa kami bagi mereka yang terluka dan mengungsi,” ungkap Anwar.

Malaysia, lanjut dia, berdiri dalam solidaritas yang tak tergoyahkan dengan tetangga dan sesama Negara Anggota ASEAN.

India

Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan India siap menawarkan bantuan yang diperlukan untuk Myanmar dan Thailand usai dilanda gempa.

“India siap menawarkan semua bantuan yang memungkinkan. Dalam hal ini, kami meminta otoritas kami untuk bersiaga,” kata Modi pada Jumat, dikutip AFP.

Amerika Serikat

Presiden Donald Trump mengatakan Amerika Serikat siap membantu Thailand dan Myanmar.

“Itu mengerikan. Benar-benar situasi yang buruk,” kata Trump di Ruang Oval Gedung Putih pada Jumat, dikutip AFP.

Dia lalu berujar, “Kami akan membantu. Kami sudah berbicara dengan negara tersebut.”

Uni Eropa

Kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan blok 27 negara ini siap membantu Myanmar dan Thailand setelah gempa dahsyat.

SIMAK JUGA :  Semakin Miskin Negara, Agama Semakin Dianggap Penting

“Satelit Copernicus Eropa sudah membantu para penanggap pertama. Kami siap memberikan lebih banyak dukungan,” kata Leyen dikutip AFP.

Dia juga menyampaikan belasungkawa untuk warga di dua negara Asia Tenggara ini.

“Pemandangan yang memilukan dari Myanmar dan Thailand setelah gempa bumi yang dahsyat itu. Pikiran saya bersama para korban dan keluarga mereka,” imbuh dia.

Momen Langka, Junta Minta Bantuan

Kepala junta militer Myanmar Min Aung Hlaing meminta bantuan komunitas internasional saat negara tersebut diguncang gempa dengan magnitudo 7,7 pada Jumat (28/3).

Seperti diberitakan CNN, permintaan bantuan itu merupakan langkah yang langka dari junta sejak mereka mengambil alih kekuasaan di Myanmar pada 2021.

“Saya ingin menyampaikan undangan terbuka ke organisasi dan negara mana pun yang bersedia datang dan membantu orang-orang yang membutuhkan di negara kita,” kata Min Aung Hlaing dalam pidato yang disiarkan di televisi, Jumat (28/3).

Korban tewas imbas gempa di Myanmar mencapai 114 orang. Namun, jumlah orang meninggal akibat bencana ini diprediksi mencapai 10 ribu jiwa.

Lalu, kenapa seruan Min Aung Hlaing dianggap langka?

Sejak merebut kekuasaan, junta melakukan serangkaian tindakan keras ke warga sipil termasuk jurnalis. Pada masa awal kudeta, pasukan junta bahkan tak segan menangkap hingga membunuh siapa saja yang menentang kekuasaannya.

Laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) per Januari 2025 yang dikutip PBB mencatat korban tewas di tangan junta sebanyak 6.231. Dari jumlah ini, 1.144 di antaranya merupakan perempuan dan 709 anak-anak.

Setelah kudeta perang sipil terjadi. Warga ramai-ramai belajar angkat senjata di hutan. Selain itu, di Myanmar terdapat beberapa milisi yang ikut menolak junta.

Selama menguasai Myanmar, junta juga sangat membatasi internet dan akses bantuan yang masuk ke sana. Padahal, warga sangat butuh bantuan.

Junta juga tertutup dan jarang bekerja sama dengan komunitas internasional. Mereka hanya membuka tangan ke negara-negara yang pasti sudah mendukungnya seperti Rusia, China, atau Korea Utara.

ICC buru Min Aung Hlaing

Sejak 2019, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyelidiki dugaan kejahatan yang dilakukan Jenderal Senior sekaligus panglima tertinggi dan Penjabat Presiden saat itu, Min Aung Hlaing.

Dia bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi dan penganiayaan terhadap warga Rohingya, yang dilakukan di Myanmar, dan sebagian di Bangladesh, demikian dikutip situs resmi ICC.

ICC menyebut kejahatan tersebut dilakukan antara tanggal 25 Agustus 2017 dan 31 Desember 2017 oleh angkatan bersenjata Myanmar yang didukung polisi nasional, polisi penjaga perbatasan, serta warga sipil non-Rohingya.

Jaksa ICC kemudian mengajukan surat perintah penangkapan untuk Min Aung Hlaing pada 2024. (*)

Dari berbagai sumber
Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com