Foto ilustrasi Paslon Ganjar Mahfud (foto : TPNGM)
Jakarta – HARIANINDONESIA.ID :
Calon Wakil Presiden RI Prof Dr Mahfud MD menegaskan bahwa reforma agraria menjadi prioritas utama Ganjar Mahfud, apabila terpilih menjadi Capres Cawapres pada Pilpres 2024. Untuk itu akan dibentuk satu Badan Khusus mengurus soal reforma agraria itu.
Hal ini disampaikan Mahfud pada segmen ke lima sesi tanya jawab debat ke empat capres dan cawapres yang diselenggarakan KPU RI, di Jakarta Convention Centre (JCC), Minggu (21/1/2024) malam.
Penegasan ini disampaikan Mahfud menanggapi pertanyaan Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin tentang perlunya satu badan khusus yang menangani soal badan khusus yang menangani soal reformasi agraria.
Menurut Mahfud, lembaga tersebut menjadi salah satu misinya dengan Ganjar di tahun pertama apabila dirinya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden selanjutnya.
“Setuju karena yang diusulkan Pak Muhaimin tentang lembaga reforma agraria itu memang menjadi salah satu bagian dari misi kami pada tahun ini,” kata Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sudah memiliki satuan khusus untuk menangani reformasi hukum nasional, namun, untuk memperkuat hal tersebut, Mahfud menegaskan badan khusus agraria menjadi program prioritas utamanya.
“Kami punya reformasi hukum nasional yang melibatkan pakar dari berbagai kampus. Kesimpulannya masalah agraria ini harus ada sebuah badan khusus yang nanti menangani masalah agraria,” lanjut Mahfud.
Selanjutnya, dalam badan khusus yang menangani persoalan agraria nantinya, Mahfud menilai perlu ada penyelesaian secara komprehensif dan terukur dalam menyelesaikan setiap kasus tersebut.
“Misalnya begini, ada sekian ribu kasus berat dan dikategorikan menjadi tiga bagian, kita katakan yang kategori 1 harus selesai dalam 6 bulan, kategori 2 selesai 6 bulan, kategori 3 selesai dalam 6 bulan,” jawab Mahfud.
Untuk itu, Mahfud akan terus berupaya untuk memperbaiki dan menata sistem agraria dengan lebih optimal dalam hal penyelesaian konfliknya.
“Kalau kita mulai menata lagi kehidupan di bidang pertanahan, sehingga tadi proses kesepakatan untuk sertifikat tanah itu akan menjadi bagian dari apa yang sudah kami rencanakan,” ujar Mahfud.
Awalnya Mahfud bercerita, di kantor Kemenkopolhukam saja terdapat sebanyak 2.587 laporan konflik agraria. Jumlah ini belum termasuk laporan konflik yang ditujukan ke kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Persoalannya sekarang bagaimana kita mau menyelesaikan persoalan itu,” kata Mahfud.
Mahfud berpendapat, konflik yang menyangkut pertanahan di Tanah Air ini dapat diselesaikan dengan cara membentuk sebuah badan yang khusus menangani persoalan-persoalan ini.
Pendapat ini disebut Mahfud telah melewati diskusi yang melibatkan para pakar agraria dari beragam universitas.
“Kami punya tim reformasi hukum nasional yang melibatkan pakar dari berbagai kampus. Kesimpulannya masalah agraria ini harus mempunyai badan khusus yang nantinya menangani,” imbuhnya.
Dengan menyelesaikan konflik agraria, Mahfud ingin masyarakat Indonesia hidup bahagia dengan tatanan baru di bidang pertanahan. Sehingga tidak ada lagi konflik pada soal ini.
Pemerintah Harus Komitmen Laksanakan Reforma Agraria
Mahfud MD menyebutkan, pemerintah harus menjalankan komitmen reforma agraria. Menurut Mahfud, komitmen itu bisa dilihat dalam penerapan kebijakan kepemilikan sawit yang hari ini masih terjadi ketimpangan.
“Kalau melihat ketimpangan penguasaan tanah itu memang coba lihat bisnis sawit itu 39 hektar. Sementara hanya segelintir orang di bisnis sawit sementara para petani kita 17 juta orang kalau dirata-ratakan hanya menguasai setengah hektar,” ujar Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan, reforma agraria menjadi isu krusial untuk dikemukakan lantaran itu sudah menjadi tugas seorang pemimpin negara.
Oleh sebab itu, Mahfud menekankan bahwa perlu tiga langkah untuk melakukan reforma agraria yakni legalisasi, redistribusi dan pengembalian klaim hak atas tanah.
“Itulah sebabnya dulu ada reforma agraria yang ditugaskan pada presiden untuk segera dilakukan reforma. Reforma agraria itu ada tiga, satu legalisasi, dua redistribusi, lalu yang ketiga pengembalian klaim hak atas tanah,” jelas Mahfud.
Mahfud juga mempertanyakan ihwal pemberian sertifikat redistribusi untuk masyarakat. Mahfud pun menyebutkan bakal mengedepankan cara redistribusi dengan melibatkan masyarakat agar tidak terjadi ketimpangan kepemilikan tanah.
“Ini yang sekarang belum satupun ada sertifikat untuk redistribusi. Yang ada itu legalisasi, yaitu orang sudah punya lalu diberi sertifikatnya di situ yang lain belum dapat redistribusinya,” ucap Mahfud.
Polemik Perampasan Tanah Adat
Mahfud MD menilai bahwa alasan kasus perampasan tanah adat masih terjadi adalah karena bermasalahnya aparat penegak hukum dan birokrasi pemerintah.
Dia menjelaskan, bahwa hukum dan aturan mengenai hak-hak masyarakat adat, termasuk tanah adat sejatinya telah ada. Namun, pelaksanaan aturan tersebut yang justru kerap bermasalah.
“Jadi ini memang masalah besar di negeri ini. Ada yang mengatakan, aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan Enggak semudah itu, justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan,” ujar Mahfud
“Akal banyak sekali. Itu empat hari yang lalu ketika kami ketemu di KPK, KPK mengatakan itu banyak penguasaan tanah, izin-izin tambang di sudah dicabut oleh Mahkamah Agung. Tidak dilaksanakan sampai setahun setengah,” tambahnya.
Buruknya sistem birokrasi dinilai Mahfud juga menjadi penyebab pelaksanaan hukum kepada kasus perampasan tanah adat menjadi bermasalah.
“Ketika kita kirim orang ke sana (lokasi kasus perampasan tanah adat), petugasnya sudah pindah. Yang baru ditanya kami tidak tahu, padahal itu terjadi eksplorasi, eksploitasi terhadap tambang tambang nikel kita,” cerita Mahfud.
Sebab itu, Mahfud menilai bahwa solusi tepat dari kasus perampasan tanah adat adalah penertiban penegak hukum dan birokrasi pemerintah.
“Kalau ditanyakan apa yang harus kita lakukan strateginya adalah penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum. Karena kalau jawabannya laksanakan aturan, itu normatif, jadi kalau aparat penegak hukum itu hanya orang paling atas yang bisa bisa memerintahkan siapa pimpinan penegak hukum itu,” pungkasnya.
Dia juga memaparkan bahwa kasus tanah adat memang menjadi permasalahan besar di Indonesia. Berdasarkan data rekapitulasi Kemenko Polhukam, Mahfud menyebut dari 10 ribu pengaduan yang ada, 2.587 di antaranya adalah kasus adat. Sehingga menurutnya polemik ini harus segera terselesaikan.
Debat keempat Pilpres 2024 sekaligus debat kedua cawapres kali ini mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. (*)
Awaluddin Awe