SYAMSUL PALOH
BATAM – Pemerintah kota dan Badan Pengusahaan (BP) Batam harus menerbitkan regulasi baru dalam penataan kawasan pemukiman dalam bentuk bangunan vertikal sebagai solusi keterbatasan lahan untuk pemukiman.
Pengamat Kebijakan Publik kota Batam, Syamsul Paloh menyebut bahwa saat ini kota Batam sudah mulai kekurangan lahan untuk pemukiman.
Salah satu penyebabnya, kata tokoh Ormas ini, adalah terlalu banyaknya peruntukan lahan dalam jumlah besar kepada sejumlah pengusaha besar, tetapi tidak dibangun sesuai perjanjian saat pengajuan alokasi lahan tersebut.
Pemko dan BP Batam, selain diminta tetap terus menarik lahan luas dari pengusaha tersebut, ujar Ketua DPD Granat Kepri ini, juga harus mengubah peruntukan lahan pemukiman dari semula dalam bentuk perumahan atau kavling siap jadi ke pembangunan rumah susun atau apartemen.
Alasan Syamsul, pembangunan perumahan horizontal membutuhkan lahan sangat luas dan cenderung menimbulkan kemacetan. Sebab, meski tinggal di perumahan sederhana, para penghuni bisa memiliki dua sampai tiga kendaraan.
Tetapi dengan tinggal di rumah susun atau apartemen, para penghuni secara tidak langsung akan dipaksa memiliki kendaraan satu untuk bersama.
“Sebagai konsekuensinya, Pemko dan BP Batam harus membangun sistim transportasi massal mulai dari pengadaan bus dan model transportasi massal lainnya, ya termasuk seperti di Singapura,” ujar Syamsul yang didampingi PLT Ketua Kadin Paradigma Baru kota Batam Heri Exarial kepada wartawan Harianindonesia.id Jakarta, Awaluddin Awe di Batam, Rabu (1/12).
Dalam pandangan Syamsul, BP Batam setelah menyatukan kepemimpinannya dengan Pemko Batam harus mampu menjawab tantangan keterbatasan lahan dan cara mengatasi kemacetan yang mulai jadi model baru masalah transportasi di Batam akhir akhir ini.
Sebagai ilustrasi, anak Medan ini, memaparkan bahwa sejak HM Rudi menjadi walikota Batam dua periode, sudah terjadi penambahan panjang jalan di sejumlah kawasan.
Secara pengembangan perkotaan, tandas Syamsul, apa yang dilakukan HM Rudi sudah memenuhi kebutuhan kota Batam sejak lama.
Akan tetapi, lanjutnya pula, perkembangan itu akan menimbulkan konsekuensi terhadap kebutuhan akan lahan baru untuk pembangunan berbagai fasilitas bisnis seperti, perkantoran, hotel, mall dan perparkiran.
Dilain pihak, lanjut Syamsul, sebagian besar lahan di kota Batam sampai saat ini masih dikuasai oleh sejumlah pengusaha dan ‘penguasa’ besar.
Oleh sebab itu, HM Rudi, selain memikirkan bagaimana cara memulangkan lahan yang dikuasai itu, juga harus menerbitkan regulasi baru dalam penataan pemukiman bagi masyarakat.
Langkah ini, sebut Syamsul, harus bisa diputuskan HM Rudi sebelum masa kepemimpinannya berakhir. Sebab, menjelang tahun 2022 dan 2024 atau pasca 2024 kebutuhan akan tempat tinggal di kota Batam akan meningkat.
“Dengan akan berakhirnya masa pandemi Covid -19 pada akhir 2021 ini, seluruh kalangan baik investor dan masyarakat akan kembali ke Batam. Sebab ekonomi di Batam akan meledak kembali pasca pandemi,” papar alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Medan ini.
Terakhir, pemilik satu foundation di Batam ini, meminta HM Rudi untuk tega atau tidak tega dalam merealisasikan konsep pemukiman vertikal ini, tetapi benar benar serius melaksanakan amanat tantangan Batam ke depan ini.
“Bukan saya memuji beliau, tetapi karakter dasar pak HM Rudi memang dibutuhkan dalam mentransformasi berbagai perubahan positif untuk kota Batam. Anda lihat sendiri kan, bagaimana perubahan kota Batam,” pungkas Syamsul seperti memuji mantan polisi yang jadi politisi dan pemimpin kota Batam tersebut. (*)
Awaluddin Awe
.