SEORANG Polisi sedang mendapatkan perawatan setelah terkena lemparan batu para pendemo di Gedung BP Batam, Senin (11/9/2023). (Foto : Screenshot video kiriman)
BATAM (Harianindonesia.id) – Aksi demontrasi menolak pemindahan pemukiman untuk proyek strategis nasional di Rempang Galang, Batam meluas, sampai ke Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9/2023) siang.
Bahkan, sejumlah pendemo masuk ke Gedung BP Batam dan melempari gedung dengan batu, sehingga sejumlah kaca gedung pecah berantakan.
Ribuan warga Melayu dari Rempang Galang melanjutkan aksi demo ke Gedung BP Batam, Senin (11/9). Mereka sudah berada di kawasan BP Batam sejak pukul 12.00 WIB lebih. Mereka menyampaikan penolakan pemindahan warga dari kawasan Rempang Galang yang akan dijadikan proyek strategis nasional.
Aksi demo kemudian ricuh, karena ada sejumlah pendeno nekad masuk ke dalam Gedung BP Batam lewat pintu masuk Toko Alfamart. Setelah itu, para pendemo ini melempari kaca kaca gedung sehingga berantakan.
Dari luar gedung, para Pendemo juga melemparkan batu ke arah gedung BP Batam. Akibatnya sejumlah personil polisi yang ditugaskan menjaga gedung terkena lemparan batu para pandemo.
Bahkan satu personil polisi juga sempat dihajar dan dipukuli oleh para pendemo.
Tetapi Kericuhan yang dimulai sekitar pukul 12.30 WIB tersebut berhasil dikendalikan oleh Aparat Kepolisian sekitar pukul 13.30 WIB.
Laporan Wartawan SwaraKepri di lapangan, dikutip Harianindonesia.id, dua orang terduga provokator tampak diamankan Kepolisian. Kedua orang terduga provokator ini yang diduga melakukan pengoroyokan terhadap salah satu personel Polresta Barelang.
Mesti situasi sudah berhasil dikendalikan Kepolisian, tetapi massa peserta aksi demo masih belum membubarkan diri.
Mereka masih terlihat duduk-duduk di sekitaran Bundaran Kantor BP Batam arah Hotel Santika, kemudian di Depan Kantor Jasa Raharja dan Kantor Pos Batam Center.
Aparat keamanan tampak bersiaga di seluruh pintu masuk Kantor BP Batam. Disisi lain, aparat Kepolisian juga terus berupaya mengendalikan situasi dengan memukul mundur massa.
Eco City milik Tomy Winata?
Aksi demo warga Rempang Galang ini dipicu oleh rencana pemerintah membangun Eco City oleh Perusahaan pengembang PT Mega Elok Graha (MEG) yang diduga anak perusahaan Tomy Winata.
Dalam konsepnya, Pulau Rempang Gakang akan dijadikan Kawasan Rempang Eco-City. Disitu nantinya akan dibangun berbagai industri, mulai dari pariwisata, jasa, hingga perumahan.
Proyek ini adalah hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke China beberapa waktu lalu. Perusahaan Xinyi Group dikabarkan akan berinvestasi di Pulau Rempang dalam bentuk pembangunan pabrik kaca.
Sebab itu pula, Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan PT Megah Elok Graha milik Tomy Winata bekerja sama untuk mempercepat proses pembangunannya.
Namun, rencana pengembangan Pulau Rempang ini mendapat penolakan dari warga. Setidaknya, 16 kampung tua di kawasan ini menolak direlokasi.
Mereka menegaskan tidak anti terhadap pembangunan, tetapi mereka menolak jika harus pergi dari kampung mereka. Karena menurut mereka, kampung tua itu sudah ada jauh sebelum pemerintah Kota Batam ada.
Di tengah upaya relokasi tersebut, bentrok antar warga dan aparat keamanan terjadi. Pada Kamis, 7 September 2023 Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) meminta aparat gabungan menghentikan tindakan kekerasan kepada masyarakat dan meminta proses pembangunan proyek strategi nasional (PSN) Rempang Eco-city dihentikan.
Nama Tomy Winata kini jadi sorotan karena dikait-kaitkan dengan pengembang Pulau Rempang, Batam yang saat ini pembangunannya sedang rusuh.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Polri jangan membantah ada korban luka termasuk anak-anak dalam bentrokan antara warga Pulau Rempang, Kepulauan Riau, dengan aparat keamanan.
“Penolakan adanya fakta korban sangat kontraproduktif untuk memperbaiki citra Polri. IPW mendapatkan data adanya korban tersebut dan juga pengakuan-pengakuan korban,” kata Sugeng, Sabtu, 9 September 2023.
Sugeng menilai lebih baik melontarkan pernyataan terbuka dan mengakui adanya kesalahan di lapangan. Menurut Sugeng, bersikap terbuka dan mengakui kesepjan akan mengurangi penderitaan korban.
“Sikap menolak fakta ini akan menambah derita korban. Laporan lapangan dari Polres maupun Polda harus di-crosscheck,” kata Sugeng.
Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan juga membantah ada korban luka baik dari warga maupun aparat. Ia membantah ada beberapa siswa pingsan dan bayi meninggal. Menurut Ramadhan, tembakan gas air mata hanya mengakibatkan gangguan untuk sementara.
“Tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin sehingga terjadi gangguan pengelihatan untuk sementara. Dan pihak Polda Kepri sudah membantu untuk membawa ke tim kesehatan,” ujar Ramadhan di Bareskrim, Jumat, 8 September 2023.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan protes warga direspons dengan aparat kekuatan berlebihan, seperti pentungan dan gas air mata. Tindakan ini bukan hanya membahayakan orang dewasa, namun juga anak-anak sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
“Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin. Tindakan eksesif ini jelas merendahkan harkat dan martabat manusia yang diakui hukum internasional dan hukum nasional,” kata Usman, Jumat, 8 September 2023.
Amnesty International Indonesia bersama LBH Pekanbaru, YLBHI dan WALHI mencatat pada Kamis, 7 September 2023, sejak pagi hingga siang, terjadi kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat Polda Kepulauan Riau terhadap masyarakat di Pulau Rempang-Galang, Batam.
Sebanyak kurang lebih 1.000 personel gabungan diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran atas rencana pembangunan kawasan “Rempang Eco City” seluas 17.000 hektar untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek itu masuk dalam program strategis nasional tahun ini, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.
Ribuan warga setempat menolak pengukuran tersebut karena akan menggusur pemukiman mereka seluas 1.000 Ha. Namun penolakan masyarakat direspons dengan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan. Kepolisian telah menggunakan gas air mata untuk membubarkan masyarakat yang ikut protes damai sambil memukuli mereka dengan pentungan.
Lalu terdapat setidaknya 8 orang warga yang ditangkap dan puluhan lainnya luka-luka. Selain itu, ratusan murid sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar terpaksa dihentikan dan dibubarkan setelah muncul gas air mata.
Setidaknya, kata Usman, ada dua sekolah yang terkena tembakan gas air mata, yaitu SMP Negeri 22 Galang dan SD Negeri 24 Galang. Para siswa dua sekolah tersebut berhamburan keluar dari gedung sekolah dan mencari pertolongan setelah gas air mata memasuki ruang kelas mereka. (*)
Awaluddin Awe, dari berbagai sumber